Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Perencanaan Pembangunan (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menargetkan industri pengolahan tumbuh antara 5,5% hingga 6,1% dan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 19,3%-19,6% pada tahun 2025.
Target tersebut lebih tinggi dibandingkan target pertumbuhan tahun ini sebesar 4,93% dengan kontribusi PDB sebesar 18,80%. Target tersebut sekaligus tertuang dalam rancangan pertama rencana kerja pemerintah tahun 2025 pada masa pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Faktor pendorong kinerja industri pengolahan pada tahun 2025 antara lain beberapa proyek investasi yang diperkirakan akan memasuki tahap operasional pada tahun 2025, demikian bunyi surat kabar yang dilansir Selasa (28/05/2024).
Sementara beberapa proyek tersebut adalah deposit petrokimia di Banten dan proyek hilirisasi tembaga di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Hal ini juga sejalan dengan permintaan domestik yang diperkirakan akan stabil dengan inflasi yang terkendali.
Di sisi lain, agresifnya sasaran pemerintah pada masa transisi juga didukung oleh meningkatnya permintaan barang konsumsi di beberapa mitra dagang, terutama di negara berkembang seperti India dan negara-negara di Timur Tengah dan Asia Pasifik.
Selain itu, kelanjutan pembangunan proyek Ibu Kota Negara Indonesia (IKN) disebut-sebut akan mendongkrak kebutuhan besi dan baja dalam negeri. Target tahun 2025 tidak lepas dari pencapaian pertumbuhan bisnis pada tahun 2023.
Di tengah ketidakpastian perekonomian global yang semakin kompleks dan normalisasi harga komoditas global, industri pengolahan dapat tumbuh 4,64% pada tahun 2023.
Kontribusi industri pengolahan terhadap Produk Domestik Bruto pada tahun 2023 juga menunjukkan tanda-tanda pemulihan meskipun masih sangat terbatas yaitu mencapai 18,67% atau meningkat 0,33% dibandingkan tahun 2022 (18,34%).
Kinerja tersebut sebagian besar didorong oleh keberlanjutan program hilir yang menghasilkan beberapa subsektor konsisten mencatat pertumbuhan dua digit hingga tahun 2023.
Beberapa subsektor industri yang tumbuh positif adalah industri logam dasar sebesar 14,17% dan industri barang-barang logam, IT, elektronika, optik dan peralatan listrik sebesar 13,67%.
Subsektor lain yang mencatat pertumbuhan sangat tinggi adalah industri alat angkutan sebesar 7,63% didorong oleh meningkatnya permintaan sepeda motor dalam negeri.
Melihat rancangan sasaran RKP, Ketua Umum Mohammad Faisal mengatakan sasaran agresif tersebut harus dibarengi dengan beberapa langkah yang harus digalakkan oleh pemerintahan baru.
“Benar atau tidaknya masih tergantung caranya, masih bisa 5%, kalau setahun 6% agak sulit. Tapi bisa 5% sejauh ini, langkahnya apa?” kata Faisal saat dihubungi, Selasa (28/5/2024).
Menurut Faisal, saat ini pertumbuhan industri manufaktur ditopang oleh program hilirisasi di sektor pertambangan, khususnya nikel mentah yang telah dikonversi menjadi feronikel dan nikel arracon.
Meski nilai tambah produk olahan tersebut masih relatif terbatas, namun tahap hilirisasi pertama berhasil mengangkat pangsa ekspor manufaktur ke tingkat yang lebih tinggi.
Namun kalau hanya mengandalkan itu saja jelas tidak cukup. Saat ini hilirisasi nikel belum mencapai pertumbuhan 5%, dan kontribusinya masih di bawah 20% dan terus bertambah.
Faisal melihat tren utama pasar nikel olahan Indonesia di masa depan akan didominasi oleh Tiongkok, sementara negara tersebut mengalami perlambatan pertumbuhan sehingga mempengaruhi permintaan produk-produknya yang berasal dari nikel seperti besi dan baja.
Dibutuhkan lebih dari sekedar hilirisasi pertambangan untuk mencapai target 6% dan kontribusi PDB sebesar 19% pada tahun 2025. Selain itu, dalam satu dekade terakhir terdapat tren lemah pada industri manufaktur.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi industri pengolahan terhadap PDB sepanjang tahun 2023 sebesar 18,67%. Meski kontribusinya meningkat dari 18,34% pada tahun 2022, namun kinerja tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 21,28%. .
Artinya, pemerintahan baru harus memikirkan cara lain, tidak hanya di sektor nikel dan pertambangan, tapi juga di sektor perkebunan, pertanian, perikanan, dan pendalaman nilai pada proses hilirnya, tidak hanya pada pengolahan pertama saja,” dia berkata. .
Di sisi lain, Faisal juga mendorong pemerintahan baru untuk mendorong usaha kecil dan menengah (SKM) lebih aktif dalam program pemerintah. Misalnya saja keikutsertaan UKM dalam program makan siang gratis.
“Yang jelas kita tidak bisa mendorong pengembangan usaha dengan rencana jangka pendek, kita harus melihat jangka menengah agar lebih efektif,” tutupnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel