Bisnis.com, Jakarta – Bank of Thailand menurunkan suku bunganya untuk pertama kalinya dalam lebih dari empat tahun. Kebijakan tersebut mengejutkan karena bank sentral telah lama menolak permintaan pemerintah untuk melonggarkan kebijakan moneter.
Menurut Bloomberg pada Rabu (16/10/2024), Bank of Thailand (BOT) memberikan suara 5-2 untuk memangkas suku bunga pembelian kembali semalam sebesar seperempat poin persentase menjadi 2,25 persen pada pertemuan Rabu.
Dari 28 ekonom yang disurvei Bloomberg, 5 memperkirakan tingkat suku bunga lebih rendah. Sedangkan BOT terakhir kali memangkas suku bunga pada Mei 2020.
Dua anggota komite kebijakan keuangan BOT menyerukan agar suku bunga tetap tidak berubah. Suku bunga di Thailand dipertahankan pada 2,5% sejak kuartal keempat tahun lalu.
Komite juga mengatakan ekspektasi inflasi tetap stabil. Mereka memperkirakan inflasi inti sebesar 0,5 persen tahun ini.
Bank sentral secara konsisten menunjukkan bahwa mereka tidak akan mudah menyerah pada tekanan pemerintah untuk menurunkan suku bunga dan menstimulasi perekonomian. Sethaput Suthiwartnarueput, ketua BOT, akhir bulan lalu mengatakan bahwa independensi bank sentral dalam menetapkan kebijakan moneter adalah penting.
Beberapa jam sebelum keputusan tersebut, Menteri Perdagangan Photosi Nariptaphan menyerukan pemotongan 50 unit tahun ini. Federasi Industri Thailand juga menegaskan kembali seruannya untuk penurunan suku bunga sebesar 25 poin untuk meringankan beban keuangan pada dunia usaha.
Setelah keputusan untuk menurunkan suku bunga menjadi 33.384 satu dolar, nilai tukar baht terhadap dolar AS telah turun terlalu jauh. Sementara itu, pasar saham Thailand mengalami peningkatan pertumbuhannya.
Perdana Menteri baru Paungtern Shinawatra terus melanjutkan rencana pertamanya untuk mendapatkan kontrol yang lebih besar atas bank sentral. Meskipun ia tidak secara langsung mendorong penurunan suku bunga, para menteri kabinetnya telah berulang kali menyerukan biaya pinjaman yang lebih rendah, dengan alasan inflasi yang rendah dan kekuatan baht.
Mata uang lokal menguat sebesar 14% pada kuartal terakhir, membuat ekspor lebih mahal dibandingkan mata uang pesaing mereka.
Meskipun negara dengan perekonomian terbesar kedua di Asia Tenggara ini tumbuh pada laju tercepat dalam lima kuartal pada periode April-Juni, negara ini masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangganya yang terbebani oleh utang rumah tangga yang besar dan sektor manufaktur yang dirugikan oleh harga barang-barang murah.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel