Bisnis.com, Jakarta — PT Sumber Global Energy Tbk. (SGER) mencatatkan peningkatan pendapatan batu bara dan nikel pada Januari 2024 hingga Juni 2024, namun mencatatkan penurunan laba bersih sepanjang semester I 2024.
Berdasarkan laporan keuangan yang dikutip Rabu (31 Juli 2024), perusahaan penerbit saham berkode SGER ini mencatatkan pendapatan Rp 7,5 triliun untuk periode Januari 2024 hingga Juni 2024. Laporan tersebut mencerminkan pertumbuhan sebesar 24,34% dibandingkan periode yang sama. Periode tahun lalu. (Yoi).
Secara spesifik, pendapatan penjualan batu bara meningkat 23,65% dari Rp6,0 triliun pada semester I 2023 menjadi Rp7,41 triliun pada akhir Juni 2024. Selain itu, penjualan nikel juga meningkat 209,12% dari Rp 28,82 miliar pada enam bulan pertama. Mulai tahun 2023 meningkat menjadi Rp 89,11 miliar per akhir Juni 2024.
Sementara itu, pelanggan yang memberikan kontribusi pendapatan terbesar adalah Perusahaan Saham Gabungan Investasi Perdagangan Impor Viet Phat, yang memberikan kontribusi hingga 32% dari total pendapatan perusahaan.
Seiring dengan peningkatan pendapatan, belanja pokok juga meningkat menjadi Rp6,79 triliun pada semester I 2024. Biaya ini meningkat 30,64% dibandingkan Rp5,2 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Kendati demikian, total keuntungan sebenarnya sebesar Rp710,87 miliar dibandingkan Rp835,19 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Oleh karena itu, SGER mengumumkan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada semester I 2024 sebesar Rp 478,71 miliar. Kinerja tersebut turun 21,73% dibandingkan Rp611,65 miliar pada periode Januari 2023 hingga Juni 2023.
Sebelumnya PT Sumber Global Energy Tbk. (SGER) menargetkan peningkatan penjualan sebesar 5% sepanjang tahun 2024 meski ada kekhawatiran harga batu bara akan turun akibat resesi Tiongkok.
Welly Thomas, CEO Sumber Global Energy, memperkirakan pendapatan tahun ini stagnan atau naik sekitar 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun ini, kita menghadapi kesulitan karena harga batu bara diperkirakan akan turun akibat perlambatan ekonomi Tiongkok.
“Pasar Tiongkok agak lesu tahun ini. Yah, itu hanya masalah harga. “Apakah harga bertahan atau turun, yang kita semua khawatirkan adalah harga batu bara turun,” kata Welly saat ditemui di Jakarta, Selasa (30/1/2024).
Menurut Welly, meski terjadi resesi, permintaan batu bara akan tetap ada, namun jika harga turun, pemasok tidak akan mendapat untung.
Hal ini akan berdampak pada perusahaan perdagangan batubara SGER. Hal ini karena sulitnya menjual produk mereka. SGER juga menargetkan penjualan batu bara sekitar 10 hingga 11 juta ton pada tahun ini.
Kontribusi produk selain batubara juga diharapkan dapat mendukung kinerja keuangan seperti biomassa, terminal pompa dan beberapa lini bisnis yang dijalankan oleh anak perusahaan SGER, kata Welly.
Simak berita dan artikel lainnya dari Google News dan WA Channel.