Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) kembali memutuskan untuk mempertahankan BI rate atau suku bunga acuan pada level 6,25% pada rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 20 dan 21 Agustus 2024.

Ekonom Senior dan Associate Professor LPPI Ryan Kiryanto menilai keputusan BI itu wajar, sederhana, dan bijaksana demi menjaga stabilitas keuangan.

“Hal ini penting untuk menjaga posisi rupee yang lebih stabil terhadap dolar AS dan terus memperkuat rupee sesuai prinsipnya,” ujarnya, Rabu (21/8/2024).

Menurut Ryan, pelaku pasar dan perusahaan serta perbankan tidak akan terkejut dan memahami keputusan BI tersebut. 

Hal ini menyebabkan harga rupee semakin menguat karena faktor sentimen global, akibat melemahnya dolar AS terhadap mata uang kuat lainnya.

Selain itu, di dalam negeri, belum ada kepastian mengenai kondisi politik selama pergantian pemerintahan pada bulan Oktober dan menjelang pemilihan kepala daerah pada bulan November.

Indikator makroekonomi nasional menunjukkan pelemahan, tercermin pada PMI kegiatan dunia usaha pada bulan Juli yang turun menjadi 49,3, peningkatan angka pengangguran, turunnya indeks kepercayaan konsumen dan dunia usaha, meskipun di atas ambang batas, serta deflasi yang tercatat selama 3 bulan.

Ryan menambahkan, bank sentral seluruh dunia, termasuk BI, menunggu posisi The Fed pada September mendatang yang diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25-50 basis poin. 

Oleh karena itu, dia menilai BI mempunyai ruang untuk menurunkan suku bunga kebijakan pada September atau Oktober jika inflasi terkendali dan rupee tetap stabil.

“Walaupun sampai bulan September/Oktober kita masih lemah di beberapa indikator perekonomian, namun hal tersebut dapat menjadi alasan pertimbangan baru untuk mendorong BI menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6% untuk mengakselerasi perekonomian nasional,” ujarnya. . katanya.

Sekadar informasi, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan kebijakan mempertahankan BI rate pada level 6,25% konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro stabilitas.

Dengan kata lain, untuk lebih memperkuat stabilisasi nilai rupiah, serta langkah-langkah preventif dan proaktif agar inflasi tetap terkendali pada angka 2,5±1% pada tahun 2024 dan 2025, ujarnya.

Di sisi lain, kata Perry, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran akan terus pro-pertumbuhan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel