Bisnis.com, JAKARTA – Pusat Kajian Ekonomi dan Hukum (Celios) menilai rencana tim Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk memangkas subsidi energi dan mengubah skema penyaluran ke bantuan langsung tunai (BLT) perlu dikaji ulang.

Bhima Yudhistira, Managing Director Celios, mengatakan bahwa mengubah rezim subsidi bahan bakar menjadi BLT, di satu sisi, dapat mengurangi impor bahan bakar dan memaksa masyarakat untuk menggunakan transportasi umum serta mempercepat transisi energi. 

Namun perlu diingat bahwa tidak semua penerima dan pengguna BLT bersubsidi adalah masyarakat miskin.

“Jika ingin mengubah mekanismenya, BLT juga harus menyasar masyarakat miskin rentan dan calon kelas menengah,” kata Bhima saat dihubungi, Minggu (29/9/2024).

Lebih lanjut, Bhima mengatakan saat ini terdapat 137,5 juta orang yang masuk ke kelas menengah atau hampir 50% dari populasi.

Jadi jika BLT sebagai pengganti subsidi BBM hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin, Bhima khawatir masyarakat kelas menengah yang rentan akan jatuh miskin akibat penghapusan subsidi BBM karena sebelumnya mereka tidak tergolong miskin.

“Kami khawatir jika cakupan BLT sebagai kompensasi subsidi BBM dibatasi maka akan terjadi pelemahan daya beli yang signifikan,” ujarnya.

Oleh karena itu, Bhima mengatakan rencana pengurangan subsidi BBM akan dilaksanakan secara bertahap dan kompensasi tunai sebesar subsidi energi akan diberikan sebesar nilai nominalnya.

Bhima menjelaskan, misalnya anggaran subsidi BBM dikurangi 30% pada tahun 2025, maka tambahan BLT setara dengan 30% penghematan subsidi BBM.

“Pada saat yang sama, harga angkutan umum diturunkan dan tempat parkir mobil diperluas. “Oleh karena itu, masyarakat mempunyai pilihan untuk memilih transportasi yang lebih ramah kantong,” kata Bhima.

Diberitakan sebelumnya, pada periode 2024-2029, Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana memangkas subsidi energi dan mengubah skema penyaluran menjadi bantuan tunai langsung.

Burhanuddin Abdullah, kepala penasihat ekonomi Prabowo, mengatakan pemerintahan baru dapat menghemat anggaran hingga Rp 200 triliun dengan mengalokasikan subsidi energi.

“Kami ingin menyempurnakan datanya agar bantuan bisa langsung diberikan sebagai bantuan keuangan kepada keluarga yang membutuhkan. “Inilah yang sedang kami lakukan,” kata Burhanuddin, Jumat (27/9/2024), seperti dikutip Reuters.

Ia mengatakan, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, pemerintah memproyeksikan posisi belanja hingga Rp3,621 triliun. Namun, sebagian besar digunakan untuk melunasi utang dan kewajiban lainnya.

Oleh karena itu, menurut Burhanuddin, anggaran tersebut harus dihemat untuk membiayai program pemerintahan baru.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel