Bisnis.com, Jakarta – Penyedia farmasi, PT Pyridum Pharma Tbk. (PYFA) saat ini sedang menyusun strategi untuk melawan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang memberikan tekanan pada industri farmasi di Indonesia.

Direktur PYFA Paulus Widjanarko mengatakan, tantangan terbesar industri farmasi saat ini masih bergantung pada impor bahan baku farmasi. Sebab, menurutnya Indonesia belum cukup mandiri dalam memproduksi obat.

Artinya, 95% bahan baku obat Indonesia masih impor. Selama belum ada coverage, saat ini seluruh industri farmasi lokal akan kesulitan untuk mengkonversi harga jualnya, kata Paulus kepada wartawan, Senin (24/6/2024).

Rupee hari ini menguat 0,34% menjadi Rp 16.394, sedangkan pada pekan lalu rupee melemah ke kisaran Rp 16.500 terhadap dolar AS, mengutip data Bloomberg. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuan sebesar 6,25% pada rapat Dewan Gubernur BI (RGG) pada 20 Juni 2024.

Paulus mengatakan, perseroan saat ini sedang berdiskusi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar pengadaan barang dan jasa di industri farmasi tidak terlalu terpengaruh dengan melemahnya nilai tukar rupee terhadap dolar AS.

“Kami berharap pemerintah turun tangan atau membatasi atau menegosiasikan harga e-katalog. Karena tidak mungkin kita impor dengan harga Rs 16.500, sedangkan harga jual e-katalog adalah Rs 15.000,” jelasnya.

Dari sisi strategi bisnis, PYFA telah menyelesaikan pembelian 100% saham Probiotec Limited dengan nilai transaksi sekitar AUD 252 juta atau sekitar Rp 2,75 triliun (kurs Rp 10.930 per AUD).

Penutupan transaksi tersebut terjadi di Australia pada 18 Juni 2024, menjadikan PYFA menjadi emiten Indonesia pertama yang mengakuisisi perusahaan publik Australia melalui skema perjanjian.

Sebagai informasi, Probiotech Limited merupakan salah satu perusahaan farmasi terbesar di Australia yang bermitra dengan pemain besar global di sektor manufaktur dan pengemasan seperti Johnson & Johnson, Pfizer, Inova, Blackmores dan berbagai obat-obatan serta produk kesehatan konsumen lainnya.

Setelah mengakuisisi Probiotech Limited, PYFA bertujuan untuk berekspansi ke pasar ASEAN di Tiongkok untuk mengakselerasi kinerja perusahaan di masa depan.

Dilihat dari kinerja keuangannya, PYFA mencatatkan penjualan sebesar Rp 151,63 miliar pada Q1/2024. Penjualan turun 8,02% dibandingkan periode yang sama tahun 2023 menjadi Rp 164,86 miliar. 

Meski penjualan menurun, namun beban pokok PYFA justru meningkat 1,18% menjadi Rp 92,56 miliar pada kuartal I 2023 dibandingkan Rp 91,48 miliar pada kuartal I 2023. 

Alhasil, PYFA membukukan rugi bersih sebesar Rp45,31 miliar atau naik year-on-year (YoY) sebesar 268,06% dibandingkan Rp12,31 miliar pada tiga bulan pertama tahun 2023.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel