Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menyusun sejumlah langkah strategis untuk mengantisipasi dampak geopolitik dan pelemahan nilai tukar rupiah.

VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan pasokan bahan bakar minyak atau BBM ke Indonesia kini aman dan tidak terpengaruh konflik geopolitik di Timur Tengah. Dia menjelaskan, pasokan bahan bakar perseroan di dalam negeri berasal dari kilang lokal serta impor dari beberapa negara Asia, sehingga secara keseluruhan situasi masih aman. 

Selain produksi minyak mentah dalam negeri, Pertamina juga mengimpor minyak mentah dari Arab Saudi, Nigeria, dan beberapa negara di Afrika, ujarnya kepada Bisnis, Sabtu.

Tak hanya itu, kata dia, Pertamina juga memitigasi risiko melemahnya nilai tukar rupiah, antara lain dengan melakukan operasi lindung nilai dan penyeimbangan aset tunai untuk mengurangi risiko nilai tukar.

Selain itu, Pertamina sedang berupaya melakukan renegosiasi utang dalam mata uang dolar ke rupee dan menyelesaikannya melalui penyelesaian mata uang lokal (LCS). 

“Pada saat yang sama, kami terus mengupayakan efektivitas biaya berbagai operasional dengan mengoptimalkan biaya untuk mempertahankan hasil keuangan,” tambahnya.


Sebagai Badan Usaha Milik Negara, Pertamina berharap pemerintah dapat mendukung fokus perusahaan pada ketahanan energi nasional dan transformasi energi, yang nantinya dapat mempercepat program dekarbonisasi dan bisnis energi hijau.

Sementara itu, Anggota Komite PKS VI DPR RI Amin Ak mendesak pemerintah mengantisipasi dampak ekonomi akibat konflik Iran-Israel, terutama dalam menjaga pasokan minyak dalam negeri.

Meski Indonesia tidak mengimpor minyak dari Iran, Amin, anggota Komite Energi DPR RI, menegaskan pasokan minyak global bisa terpengaruh karena Iran menjadi salah satu produsen minyak terbesar di dunia.

“Pemerintah harus memastikan pasokan minyak untuk kebutuhan dalam negeri tetap terjaga dengan baik,” ujarnya.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan kebutuhan minyak Indonesia saat ini sebesar 1,4 juta barel per hari, sedangkan produksi minyak dalam negeri hanya 612.000 barel per hari.

Artinya, Indonesia mengimpor sekitar 788.000 barel per hari. Tahun lalu, rata-rata impor produk minyak bumi sekitar 2,16 juta ton per bulan dan rata-rata impor minyak mentah sebesar 1,48 juta ton.

Amin mengingatkan, pelemahan nilai tukar rupee terhadap dolar AS, serta dinamika harga minyak global yang lebih tinggi, seiring dengan eskalasi konflik, dapat menyebabkan devaluasi mata uang asing Indonesia.

“Proteksi (perlindungan) rupee terhadap dolar AS harus dilakukan agar cadangan devisa tidak musnah,” kata Amin.

Selain itu, jika nilai tukar rupee terdepresiasi dan harga minyak naik, anggaran subsidi atau kompensasi bisa meningkat. Dengan demikian, kenaikan harga minyak dunia dapat memberikan tekanan pada APBN seiring dengan kenaikan subsidi energi.

Di sisi lain, pengurangan atau penghapusan subsidi energi dapat menimbulkan beban sosial yang berpotensi menimbulkan dampak tidak langsung yang meningkatkan harga komoditas-komoditas utama.

Untuk mengatasi situasi ini, Amin telah menginstruksikan pemerintah untuk membangun rantai pasokan yang lebih kuat, termasuk memastikan pasokan pangan dan energi terus berjalan lancar. Investasi pada sumber energi alternatif, jalan baru, dan infrastruktur transportasi dapat memperkuat rantai pasokan global.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel