Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan pinjaman online atau peer-to-peer (P2P) (Pinjol) Modalku berupaya meraih profitabilitas di tengah tren penurunan keuntungan industri Pinjol pada paruh pertama tahun 2024.
“Saat ini kami masih fokus untuk mencapai profitabilitas,” kata Arthur Adisusanto, Kepala Modalku kepada Bisnis, Senin (2/9/2024).
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan laba P2P lending pada Juni 2024 turun 25,41% secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp336,01 miliar dibandingkan Juni 2023 sebesar Rp450,51 miliar. turun 25,19% yoy menjadi Rp337,15 miliar dari Rp450,70 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Tren penurunan laba ini sejalan dengan pendapatan non operasional yang juga mengalami penurunan signifikan yakni Joy 45,73% menjadi Rp92,45 miliar dari Rp170,37 miliar. Di sisi lain, pendapatan operasional Joy meningkat 13,68% menjadi Rp6,45 triliun dari Rp5,67 triliun. Meski mengalami peningkatan, namun jumlah tersebut masih terbilang kecil dibandingkan capaian kuartal terakhir tahun 2023 yang mencatatkan pendapatan operasional secara konsisten di kisaran dua digit, antara Rp10,4 triliun hingga Rp12,5 triliun.
Arthur menambahkan, Modalku terus mencatatkan pendapatan yang stabil pada semester I 2024 dan berencana meningkatkan kinerjanya pada semester II.
“Pendapatan pada semester I 2024 cukup stabil, dan kami berupaya meningkatkannya pada semester II,” ujarnya.
Arthur juga memahami tantangan bagi perusahaan untuk menurunkan plafon manfaat ekonomi atau bunga pinjaman yang akan diterapkan OJK pada tahun depan. Meski demikian, ia menilai aturan baru ini penting untuk menjaga stabilitas perekonomian dan mendukung UMKM khususnya segmen mikro di Indonesia.
“Peraturan ini akan menjadi tantangan bagi kami. Namun, kami akan berusaha kooperatif melalui penyesuaian strategi, inovasi untuk menentukan segmen UMKM yang sesuai dengan profil risiko kami, serta penyesuaian kriteria penilaian kredit d” Calon penerima kredit. dana.”, ujarnya.
Arthur meyakini pembiayaan sektor produktif masih memiliki prospek yang menjanjikan, seiring dengan proyeksi peningkatan financing gap yang diperkirakan akan semakin meningkat hingga Rp 2.400 triliun pada tahun 2026.
“Hal ini menunjukkan bahwa peluang pertumbuhan masih besar dan harus diambil langkah-langkah strategis untuk memanfaatkan peluang pertumbuhan jangka panjang,” tegasnya.
Sebagai informasi, OJK menerbitkan Surat Edaran Nomor 19/SEOJK.06/2023 yang mengatur batas atas manfaat ekonomi pinjaman untuk membiayai sektor produktif adalah 0,067% dari tahun 2026, turun dari sebelumnya 0,1%. Untuk membiayai sektor konsumen, plafon manfaat ekonomi akan diturunkan menjadi 0,2% mulai tahun 2025, dan menjadi 0,1% mulai 1 Januari 2026.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel