Bisnis.com, JAKARTA – Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) mencatat potensi kerugian negara sebesar Rp1,2 triliun per bulan akibat subsidi listrik yang tidak tepat sasaran menyasar 10,6 juta pelanggan PT PLN yang tidak termasuk kategori miskin. 

Angka tersebut diperoleh dari pencatatan survei Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Data Komprehensif Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang menunjukkan sebanyak 33 juta masyarakat menerima subsidi listrik 450 VA dan 900 VA pada tahun 2023. 

Koordinator Penerapan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Pahala Nainggolan mengatakan, selama dua tahun terakhir, pihaknya telah meminta PT PLN sebagai distributor untuk mencocokkan ID pelanggannya dengan data NIK dan Dukcapil. 

Namun angka April 2023 menunjukkan baru 42,7% atau 33 juta pelanggan PLN yang sudah beradaptasi dengan NIK. Sementara itu, penerima subsidi listrik yang terkonfirmasi tidak tepat sasaran sebanyak 10,6 juta orang, dimana 8,7 juta diantaranya merupakan penerima subsidi listrik 450 VA yang tidak termasuk dalam DTKS. 

“Paling tidak Rp 1,2 triliun. Kalau ini cepat dilakukan, mungkin masih banyak lagi [penerima] yang tidak berhak,” kata Pahala di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi C1, Rabu (13/11/2024). 

Lebih rinci dijelaskan, sebanyak 1 juta penerima subsidi listrik 450 VA memiliki lebih dari satu saluran listrik, sedangkan 866.060 penerima subsidi listrik 900 VA ditemukan meninggal dunia. 

Dia menjelaskan, jumlah tersebut berasal dari perhitungan kuota dan besaran anggaran yang disalurkan pemerintah kepada PT PLN untuk program subsidi listrik Rp 50,5 triliun pada tahun 2023. 

Untuk itu, pihaknya meminta agar pemanfaatan data DTKS berbasis NIK dari Stranas PK dapat dioptimalkan agar subsidi listrik lebih tepat sasaran, khususnya kepada masyarakat miskin. 

Sedangkan program yang diusulkan adalah Program Remunerasi Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PB1 JKN) dan perubahan kebijakan dari subsidi harga komoditas menjadi bantuan langsung (subsidi tepat sasaran) dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT). 

“Jadi hibah ini dikelola oleh badan pengawas yaitu Kementerian ESDM yang menyelenggarakan pencatatan tersebut,” tutupnya. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel