Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti berbagai tantangan perekonomian global dan mendorong penerapan pendanaan iklim pada pertemuan ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di bawah Kepresidenan Brasil.

Terkait perekonomian global dan tantangan yang dihadapi saat ini, Sri Mulyani menyoroti ketidakpastian perekonomian global yang dipicu oleh ketegangan geopolitik, fluktuasi kebijakan moneter, dan pemilu global telah meningkatkan volatilitas pasar dan memperlambat investasi.

Pada sesi ini, pembahasan terfokus pada dampak risiko ekonomi jangka menengah terhadap perekonomian global, dampak fluktuasi nilai tukar dan suku bunga terhadap pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, serta strategi kebijakan makroekonomi yang diperlukan untuk mengatasi ketimpangan.

Sri Mulyani menyoroti pentingnya koordinasi dan kerja sama ekonomi untuk mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim dan kesenjangan.

Mengenai pembangunan berkelanjutan, Sri Mulyani mengatakan Indonesia akan memperkuat kerangka pendanaan keanekaragaman hayati nasional dan menutup kesenjangan pendanaan untuk konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatan berkelanjutan. 

Selain itu, Indonesia juga menyambut baik diskusi mengenai penerapan pertukaran utang iklim untuk membantu negara-negara dengan ruang fiskal terbatas beradaptasi dengan kebutuhan masing-masing negara. 

Saat ini, kata Sri Mulyani, Indonesia telah berhasil mewujudkan tujuan tersebut dengan menandatangani debt-for-nature swap senilai $35 juta pada 3 Juli 2024 untuk melindungi ekosistem terumbu karang Indonesia.

Ia juga menyoroti pentingnya kerja sama global untuk mengatasi tantangan ekonomi dan iklim yang semakin kompleks. Menurutnya, strategi terpadu untuk meningkatkan pembiayaan pembangunan diperlukan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) tepat waktu dan berdampak. 

“Tantangan terbesar kami adalah konsumsi energi, dan lahan hutan adalah hal yang paling mahal untuk dibiayai. “Kita harus terus membangun proyek energi, namun dengan emisi karbon yang lebih rendah,” ujarnya, dikutip dalam keterangan resmi, Minggu (28/7/2024).

Dalam sesi internasional perpajakan, Sri Mulyani menyoroti pentingnya mencapai kesepakatan pada pilar pertama guna meningkatkan keadilan perpajakan bagi negara pasar.

Ia mengatakan, kegagalan mencapai kesepakatan multilateral dapat menimbulkan tindakan sepihak yang dapat berujung pada pajak berganda dan merugikan perekonomian global. 

“Perlunya kebijakan pajak progresif yang efektif untuk mengurangi ketimpangan pendapatan dan kekayaan, serta pentingnya kerja sama internasional dalam pertukaran informasi dan peningkatan kapasitas untuk mengatasi perencanaan pajak yang agresif terhadap individu berpenghasilan tinggi”, jelasnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel