Bisnis.com, JAKARTA — Rencana pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 12% pada tahun 2025 berpeluang menambah kas negara hingga Rp100 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tetap menggunakan asumsi PPN 11% saat merancang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (BPRS) 2025. Target penerimaan negara tahun depan masih dipatok Rp3.005,1 triliun, dan pajak dipatok Rp2.189,3 triliun .

Pengamat pajak sekaligus manajer riset Center for Tax Analysis Indonesia (CITA) Fajry Akbar memperkirakan kenaikan tarif PPN akan meningkatkan penerimaan pajak melebihi asumsi dengan tarif lama. Dia yang menggunakan dasar penghitungan kenaikan PPN mulai tahun 2022 memperkirakan kas negara akan bertambah setidaknya Rp 100 triliun.

“Potensi penerimaannya lumayan besar kalau PPN dinaikkan. Kalau kenaikan tarif 2022, tahun depan [saat PPN 12%] bisa lebih dari Rp 100 triliun,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024). ).

Dengan perhitungan tersebut, berarti penerimaan pajak pemerintah yang sebelumnya sebesar Rp2.189,3 triliun akan mencapai Rp2.289,3 triliun bahkan lebih.

Menurut Fajry, dampaknya terhadap daya beli masyarakat tidak akan terlalu besar, mengingat sembako, pendidikan, kesehatan, dan transportasi barang/jasa masuk dalam daftar tersebut dan tidak dikenakan PPN.

Namun kenaikan tarif PPN harus diimbangi dengan belanja masyarakat. Uang yang dipungut negara dari PPN hendaknya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat bawah dan menengah.

Sementara itu, Administrasi Umum Pajak dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) belum memberikan proyeksi tambahan pendapatan tersebut.

Sekadar informasi, APBN 2025 yang disetujui dalam rapat paripurna 19 September 2024 menggunakan asumsi PPN sebesar 11%. Yakni, sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), PPN harus naik menjadi 12% mulai Januari 2025.

Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Wahyu Utomo mengatakan pemerintah juga harus mempertimbangkan beberapa kondisi, seperti daya beli masyarakat dan kondisi perekonomian, sebelum mengambil kebijakan tersebut. Meski sudah menjadi amanah.

Penyesuaian tarif PPN menjadi 12% sudah masuk dalam UU HE. Namun dalam penerapannya tetap memperhatikan suasana masyarakat, termasuk daya beli, kondisi perekonomian dan mungkin momentum yang tepat, ujarnya. Temu media APBN 2025, Rabu (25 September 2024).

Sementara itu, mengingat kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022, pemerintah menargetkan tambahan penerimaan sebesar Rp60 triliun.

Perlu diingat bahwa Indonesia saat itu masih berada di tengah pandemi Covid-19. Mantan Presiden RI (2019-2024) Joko Widodo baru mencabut kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada akhir Desember 2022.

Dalam sembilan bulan atau hingga akhir tahun 2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berhasil mengumpulkan tambahan Rp 60,76 miliar akibat kenaikan tarif PPN.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel