Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kebijakan pemerintah membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang/jasa pokok lebih ditujukan kepada masyarakat kelas menengah dan kaya dibandingkan kelompok miskin dan rentan.
Fakta tersebut diungkapkan Sri Mulyani pada jumpa pers RAPBN 2025 di Kantor Umum Jakarta Selatan, Jumat (16/08/2024).
“Kalau kita lihat warna biru tua di atas (kebijakan pembebasan PPN), dalam hal ini akan lebih menarik bagi masyarakat kelas menengah bahkan kelas atas [kelompok kaya],” kata Sri Mulyani.
Bendahara mengungkapkan angka tersebut karena menilai banyak pihak yang tidak puas dengan rencana kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Bahkan, dia menegaskan barang/jasa untuk kebutuhan pokok seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi tidak dikenakan PPN. Oleh karena itu, Shri Mulyani meyakini kenaikan PPN justru akan menjaga daya beli masyarakat, terbukti dari data yang disampaikannya.
Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan kepada anda bahwa APBN mendukung daya beli masyarakat sehingga konsumsi tetap stabil, ”ujarnya.
Sebagai informasi, kenaikan pajak pertambahan nilai sebesar 12% pada awal tahun depan diatur dalam ayat (1) pasal 7 UU Nomor 186. 7/2021. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Eirlangga Hartarto memastikan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai menjadi 12% akan dibatalkan hanya jika ada undang-undang lain yang menghapus ayat (1) Pasal 7 UU Nomor 115. 7/2021.
Meski demikian, masih banyak pihak yang mengkritisi kebijakan kenaikan PPN. Misalnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah mempertimbangkan kembali penerapan kenaikan PPN.
Pengamat kebijakan ekonomi Apindo, Ajib Hamdani, menilai kebijakan tersebut justru memperburuk perekonomian karena ada kecenderungan menurunkan daya beli masyarakat.
Lebih lanjut, ia menyebutkan berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Bank Mandiri dan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Sosial (LPEM) UI, jutaan masyarakat kelas menengah telah tergerus kasta.
Tak hanya itu, data makroekonomi menunjukkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih ditopang oleh sekitar 60% konsumsi rumah tangga. Oleh karena itu, Ajib khawatir kenaikan tarif PPN justru akan membawa kebaikan bagi pemerintahan Presiden mendatang, Prabowo Subianto.
Ajib dalam keterangannya, Senin (12/8/2024), mengatakan, “Jika pelemahan daya beli masyarakat akibat kebijakan anti-fiskal terus berlanjut, maka tujuan pemerintahan Prabowo-Gibran untuk menetapkan target pertumbuhan ekonomi yang adil akan terhambat. ” . .
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA.