Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berencana melanjutkan kebijakan penyesuaian atau pemblokiran anggaran Kementerian/Lembaga (M/A) secara otomatis pada tahun depan.

Seperti diketahui, kebijakan ini berlaku sejak pandemi Covid-19 pada tahun 2021. 

Ekonom Yusuf Rendy Manilet dari Pusat Reformasi Ekonomi (inti) berpendapat bahwa kebijakan ini harus dilanjutkan. Menurut dia, K/L tidak hanya wajib patuh pada 5% anggaran, karena ada syarat tertentu untuk menghemat anggaran. 

Pada dasarnya penyesuaian otomatis ini merupakan cara pemerintah mencadangkan anggaran, khususnya anggaran yang berkaitan langsung dengan defisit anggaran, untuk mengantisipasi risiko-risiko di masa depan. 

“Sebagai mekanisme untuk mengurangi risiko defisit anggaran, kebijakan ini tetap diperlukan,” ujarnya, Minggu (23/6/2024).

Mengutip dari laman DPR RI, pemblokiran anggaran K/L akan menambah cadangan kelebihan pembiayaan anggaran (SiLPA). Di saat perekonomian berada dalam kondisi ketidakpastian yang besar, kemampuan menjaga likuiditas menjadi hal yang penting. 

Akibatnya, SiLPA menjadi penyangga fiskal dalam situasi ketidakpastian yang tinggi, seperti risiko pendapatan nasional, lonjakan belanja, atau peningkatan biaya dana yang signifikan dari pembiayaan anggaran. 

Yusuf melanjutkan, secara sederhana mekanisme ini tidak akan membiarkan cost partner pemerintah dirugikan di kemudian hari. Terlibat dalam pengadaan yang diselenggarakan oleh pemerintah. 

Yusuf mencontohkan item anggaran belanja modal, pemerintah memerlukan waktu untuk merealisasikannya. Juga dari segi kepastian anggaran yang harus direncanakan secara matang. 

Jika nanti pemerintah menerapkan kebijakan penyesuaian anggaran K/L, lanjutnya, realisasi belanja modal tersebut harus dan tetap jelas pada periode berikutnya juga. 

Oleh karena itu, kebijakan ini tidak menghalangi realisasi biaya K/L dan tidak membuat pemilik pengadaan khawatir terhadap pelaksanaan proyek. 

Hal ini juga menjadi kekhawatiran Yusuf karena dapat menghambat belanja pemerintah yang merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. 

“Jika kebijakan ini diterapkan maka akan menghambat realisasi belanja sektor pemerintah secara umum dan pada akhirnya juga berkontribusi terhadap kontribusi belanja sektor pemerintah terhadap total PDB,” jelasnya. 

Namun, penyesuaian otomatis bukanlah satu-satunya kebijakan reservasi anggaran. Pemerintah juga telah merevisi mekanisme APBN untuk mengurangi risiko defisit fiskal.  

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan APBN saat ini menghadapi dinamika global dan volatilitas harga komoditas yang masih tinggi. Di sisi lain, kinerja BUMN dan tren perubahan iklim juga dapat mempengaruhi APBN. 

Penyesuaian otomatis merupakan salah satu upaya mitigasi risiko agar APBN tetap sehat dan sehat.  

“Kedepannya kita bisa cek​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​ 

Tahun ini Menteri Keuangan Sri Mulyan memblokir anggaran K/L sebesar Rp50,15 triliun mengingat kondisi geopolitik.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel