Bisnis.com, JAKARTA – Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai model pemberian kontrak produksi minyak dan gas (migas) terkini bermanfaat bagi kerja sama kontraktor (KKS) yang menggarap lahan yang sudah matang.

Menurut Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa, sistem distribusi bersama akan menguntungkan blok migas yang ingin dilelang kembali dan dialihkan ke sistem terdistribusi.

“Karena peternakannya sudah matang, maka jika ingin meningkatkan produksi akan lebih mudah dalam perhitungannya. Jadi distribusi peternakan yang sudah matang secara umum lebih menguntungkan,” kata Fabby Bisnis, Selasa (8/10/2024).

Peraturan perundang-undangan terkait sistem distribusi umum baru tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil dan dalam Surat Edaran Menteri ESDM no. 230.K/MG 01.MEM .M/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Bagian Umum Kontrak Bagi Hasil. 

Dalam sistem distribusi umum yang baru, bagi hasil kontraktor bisa mencapai 75% hingga 95%. Pada total kontrak sebelumnya, bagi hasil kontraktor sangat berbeda, bisa sangat rendah, bahkan ada yang sampai 0%.

Selain itu, aturan distribusi umum yang baru ini juga membuat ladang migas semakin menarik karena bagi hasil kontraktor awalnya bisa mencapai 93-95%.

Berdasarkan jaminan di atas, kata Fabby, sistem terdistribusi cocok untuk minyak dan gas yang sudah matang.

“Kalau yang dewasa mau dijual kembali, rencananya bisa diubah ke divisi yang lebih besar,” ujarnya.

Selain itu, aturan distribusi umum yang baru juga menyederhanakan parameter yang menentukan jumlah bagi hasil kontraktor, dari 13 menjadi hanya 5, sehingga penghitungannya layak dan menarik di lapangan. Kelima parameter tersebut adalah jumlah cadangan, lokasi tapak, ketersediaan infrastruktur, harga minyak bumi, dan harga gas bumi.

Tak hanya itu, total keuntungan kompetitif yakni harga bagi hasil (sebelum pajak) minyak dan gas bumi di KKKS yang bervariasi antara 75% hingga 95% juga diatur berdasarkan kajian royalti efektif, pendapatan kotor, dan insentif. . Kemudian, terdapat pula pengaturan mengenai MNK tertentu, yaitu nilai bagi hasil (sebelum pajak) MNK KKKS dengan menggunakan fixed split 93% minyak dan 95% gas, yang didasarkan pada perbandingan keekonomian di site Eagleford.

Oleh karena itu, Fabby menilai sistem split tidak cocok untuk KKKS yang akan menggarap migas baru. Sebab, proses pengelolaan cadangan migas baru merupakan proses yang panjang dan mahal.

Menurut Fabby, proses eksplorasi hingga matang membutuhkan pengeluaran ratusan juta dolar AS. Oleh karena itu, KKKS yang akan beroperasi di wilayah baru lebih cocok menggunakan sistem kontrak cost recovery sharing (PSC).

“Di daerah baru lebih tepat PSC [cost recovery], karena investor mau uangnya. Dan itu dibayar dalam produksi. Padahal bagi hasil itu berdasarkan keekonomian daerah,” kata Fabby.

Ia menambahkan, bisnis migas berisiko, sedangkan investor harus merasa aman dan mendapat kepastian investasi yang terjamin.

“Intinya adalah bisnis minyak dan gas itu berisiko dan investor harus merasa yakin bahwa uang mereka akan dikembalikan, bahwa risiko akan ditutupi dan mereka dapat memperoleh tingkat pengembalian yang sesuai dengan harapan mereka,” katanya.

Temukan berita dan artikel lainnya di Google Berita dan Channel WA