Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumumkan harga eceran tertinggi (HET) MinyaKit akan naik setelah Idul Fitri 2024.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, keputusan penyesuaian HET MinyaKita menunggu hasil pertemuan berikutnya. Disebutkan juga, kenaikan HET MinyaKita bisa dilakukan setelah Idul Adha yang jatuh pada 17 Juni 2024 atau awal pekan depan.

“Iya tunggu rapatnya, setelah Idul Fitri [HET MinyaKita naik],” ujarnya di Kompleks DPR, Kamis (13/06/2024).

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isi Karim mengatakan kenaikan HET MinyaKita akan berlangsung hingga Agustus 2024.

“Agustus seharusnya diakhiri, karena kalau terlalu lama momentumnya akan hilang,” ujarnya.

Ia pun menjelaskan alasan pemerintah ingin menaikkan HET MinyaKita sebesar Rp1.500, salah satunya karena adanya perubahan komponen biaya produksi MinyaKita. Dengan rencana kenaikan HET tersebut, harga MinyaKita akan naik dari yang semula Rp 14.000 per liter menjadi Rp 15.500 per liter.

Kenaikan HET MinyaKita, menurut Isi, akan diikuti dengan perubahan aturan Kewajiban Pasar Domestik (DMO) minyak nabati nasional.

Kedepannya produsen hanya bisa menyediakan DMO dalam bentuk MinyaKit. Oleh karena itu, Isi meyakini siklus lemak besar akan hilang secara bertahap.

Selain itu, perubahan skema DMO juga mencakup pengganda hak ekspor (export entitlement multiplier) bagi eksportir yang mendistribusikan DMO. Namun, semua rencana perubahan skema DMO terdengar dalam diskusi.

“Pengusaha sudah membuat rencana untuk tidak melepas DMO secara besar-besaran,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) dan Ketua Dewan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga mengatakan, kenaikan HET MinyaKita sebesar Rp 1.000-2.000 per liter masih wajar.

“HET dengan poin saya mau naik Rp 1.000 atau Rp 2.000, menurut saya masih relatif aman,” kata Sahat saat ditemui di kawasan Tendean, Kamis (6/6/2024).

Menurut dia, kenaikan HET MinyaKita disebabkan harga bahan baku di produsen juga saat ini sedang naik. Di sisi lain, ia mengatakan hampir 90% produsen minyak nabati tidak memiliki perkebunan kelapa sawit sehingga masih membeli bahan baku minyak sawit dari pasar. Sementara harga rata-rata minyak sawit mentah (CPO) saat ini berada di angka Rp 12.500 per kilogram.

“Nah [HET naik] karena harga produsen, kalau bahan baku naik tentu yang dijual naik,” ujarnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel