Bisnis.com, Jakarta – Kehadiran rokok yang diakui sebagai zat adiktif menjadi kekhawatiran banyak orang, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.

Meskipun ada intervensi dari industri dan kelompok kepentingan, regulasi produk tembakau dalam bentuk rokok sebagian besar masih tidak berubah. Hal inilah yang membuat anak-anak berbicara terbuka tentang masalah rokok dan cukup berani bersuara.

Saat ini, data Survei Kesehatan Indonesia atau SKI menunjukkan jumlah perokok usia 10-18 tahun akan meningkat pada tahun 2023. akan turun sebesar 7,4%, dan pada tahun 2018 meningkat sebesar 9,2%. Pengurangan ini tidak menunjukkan dampak nyata dan memberikan banyak keuntungan dan kerugian bagi masyarakat. 

Namun WHO menunjukkan jumlah perokok pada kelompok usia ini mengalami peningkatan dan membuktikan bahwa penggunaan rokok masih banyak dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa. Sayangnya, Indonesia masih menjadi salah satu negara ASEAN yang belum berani mengambil tindakan tegas terhadap beberapa kebijakan terkait konsumsi rokok. Daya Tarik Suara Anak di Indonesia 2016-2023. berhasil merangkum Lentera Anak dengan penjelasannya:

1. Tahun 2016, jauhkan kami dari rokok, minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang.

2. Tracking Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok di Indonesia 2017 dan 2020 bersama dengan Forum Anak dan pemerintah.

3. Tahun 2021 Meminta Pemerintah memberikan kejelasan mengenai jual beli rokok serta iklan dan promosi rokok terkait.

4. Mengoptimalkan periklanan, promosi dan rehabilitasi perokok pada tahun 2022, khususnya di kalangan anak-anak.

5. Pada tahun 2023, meminta Pemerintah memperkuat implementasi peraturan dengan mengoptimalkan kawasan bebas rokok.

Petisi ini telah berhasil diinformasikan untuk secara tegas mengesahkan peraturan tentang zat adiktif yang ramah anak dan menjamin perlindungan anak. Ide-ide yang dituangkan dalam seruan tersebut menyerukan kepada pemerintah untuk memerangi kecanduan tembakau secara tegas dan profesional.

Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) Mouhamad Bigwanto mengatakan, “Indonesia satu-satunya negara ASEAN yang masih menerapkan iklan rokok,” ujarnya pada Jumat (31/05/2024) saat intervensi Perlindungan Anak dari Industri Tembakau. )

Selama ini, kata dia, pemerintah hanya melakukan pembatasan berupa pembatasan akses, artinya hanya dilarang di media tertentu. Pemerintah seharusnya bisa menentang tegas peredaran iklan rokok yang masih tersebar hingga saat ini.

Alasan diambilnya kebijakan ini adalah adanya peraturan mengenai perlindungan anak dari zat adiktif. Undang-undang yang mempengaruhi perlindungan anak di Indonesia:

1. Menjual rokok kepada anak-anak.

2. Iklan, promosi dan taman bermain anak di dekat area merokok.

3. Rokok dengan rasa berbeda seperti coklat, semangka, mentol, dll.

4. Iklan rokok elektronik.

Kesalahan regulasi telah menimbulkan banyak persepsi yang tidak proporsional dengan apa yang terjadi dalam kehidupan anak-anak di Indonesia. RUU Kesehatan belum bisa memberikan efek jera terhadap industri tembakau dan rokok yang masih beredar di masyarakat. 

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 dalam rancangan undang-undang yang disahkan secara resmi menjelaskan bahwa produk tembakau diakui sebagai zat adiktif, ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan zat adiktif pada produk tembakau, termasuk rokok elektronik, akan diatur dengan peraturan perundang-undangan Pemerintah. . Banyak pihak di Indonesia, seperti kementerian, badan legislatif, lembaga, dan organisasi, masih mengabaikan isi RUU Kesehatan.

Banyak aktor politik dan kelompok kepentingan lainnya dalam peraturan ini, yang merupakan ancaman besar terhadap persetujuan RPP Kesehatan tentang pengendalian tembakau, merasa sulit untuk disetujui oleh Presiden. Keuntungan cukai telah memaksa beberapa pihak untuk diam dan mencari tempat yang aman untuk menghindari masalah tersebut. (Maharani Bi Puspita Saree)

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel