Bisnis.com, Jakarta – Pemerintah mempertimbangkan untuk menunda pelaksanaan Program Perlindungan Perumahan Rakyat (Tapera) setelah mendapat penolakan luas dari pengusaha dan pekerja.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Ketua Komite Tapera BP Basuki Hadimuljono mengaku dirinya bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Muliani Indrawati sempat berdiskusi untuk menunda pelaksanaan Tapera.

Apalagi kalau [ada usulan], misalnya Ketua DPR, MPR akan menunda. Menurut saya, saya sudah menghubungi menteri, kami akan ikut,” kata Basuki saat ditemui di Kompleks DPR RI. Kamis (6/6/2024).

Basuki mengatakan, pemerintah tidak akan terburu-buru melaksanakan Program Perlindungan Perumahan Rakyat (Tapera) jika belum siap.

“Menurut saya, kalau dia belum siap, kenapa harus terburu-buru,” ujarnya.

Basuki pun mengaku menyayangkan kemarahan yang muncul atas penerapan program Tapera. Seperti diketahui, rencana pemerintah membuat Tafera menuai banyak protes masyarakat.

“Dengan segala kemarahan ini [terhadap program Tapera], saya rasa saya sangat menyayangkannya,” kata Basuki.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Partai Buruh dan Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Syed Iqbal, mengatakan anggotanya terus menegaskan agar pemerintah tidak hanya berhenti, tapi juga membatalkan PP Nomor 21 tersebut tahun 2024. Lancip.

“Batalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tafera,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (7/6/2024).

Sementara itu, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Weah mengatakan hal tersebut. Menurut dia, pemerintah harus mengkaji ulang penerapan UU Tafera.

Andi Gani juga menyoroti perilaku Basuk yang dirasa masih ragu-ragu dan justru mendukung rencana implementasi Tafera.

“Saya pribadi melihat Menteri PUPR Basuki yang merupakan Ketua Panitia Tafera ragu-ragu karena penolakannya sangat besar,” jelasnya.

Meski demikian, Andi Ghani tidak secara tegas meminta pemerintah membatalkan pelaksanaan Tafera. Namun, menurutnya, akan lebih baik jika program tersebut tidak bersifat wajib.

Pasalnya, kini baik pekerja maupun pengusaha menanggung beban berbagai program yang dinilai sangat mahal.

“Meninggalkan tapering, kalau sah dan sah, karena pekerja sulit menaikkan bobot, menaikkan upah minimum sedikit sekali,” tutupnya.

Lihat berita dan cerita lainnya di Google Berita dan Channel WA