Bisnis.com, Jakarta – Bank Indonesia mencatat tabungan pribadi konsumen hanya tumbuh 1% pada Agustus 2024. 

Berdasarkan Laporan Analisis Peredaran Uang, uang konsumen berupa tabungan, giro, dan deposito di perbankan dalam penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp8.364,7 triliun pada Agustus 2024 sebesar Rp8.364,7 triliun atau meningkat 6,8%. tahun ke tahun (y-o-y). Pencapaian tersebut melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya tumbuh 7,7% yoy.

“Pertumbuhan DPK didorong oleh pertumbuhan DPK korporasi sebesar 13,4% dari individu 1% yoy,” tulis BI dalam laporannya, Senin (23/9/2024). 

Suku bunga DPK korporasi pada Agustus tercatat sebesar 13,4%, menurun dibandingkan bulan sebelumnya yakni Juli 2024 yang mencapai 14,7% year-on-year. 

Sementara itu, DPK perorangan pada Agustus 2024 hanya tumbuh sebesar 1%, menurun dibandingkan bulan sebelumnya, Juli 2024 yang sebesar 2,1%. 

Berdasarkan jenis tabungan, pada Agustus 2024, giro tumbuh sebesar 8,4% setelah tumbuh secara tahunan sebesar 9,6% pada bulan sebelumnya. Sementara itu, tabungan naik 6,2% tahun ke tahun, setelah tumbuh 6% pada bulan lalu. Deposito berjangka naik 6,2% pada Juli 2024 setelah tumbuh 7,6% tahun-ke-tahun. 

Perlambatan pertumbuhan DPK sebenarnya sudah terlihat sejak awal tahun 2024 dan seterusnya. Pada bulan Januari, pertumbuhan DPK hanya mencapai 5,8%, kemudian turun menjadi 5,4% pada Februari 2024. 

DPK sendiri meningkat pada bulan-bulan berikutnya yakni 7,4% yoy pada Maret 2024, lalu 8,1% yoy pada April 2024, disusul 8,5% pada Mei 2024, dan 8,2% pada Juni 2024.

Peter Abdullah, Direktur Segara Research Institute, mengatakan meski suku bunga acuan dipangkas hingga 6% pada periode 17-18 September, namun belum berdampak pada pengurangan beban pinjaman masyarakat. Menurut dia, ketatnya kebijakan moneter lebih dipengaruhi oleh penurunan DPK.

“Meskipun Bank Indonesia sudah menurunkan suku bunga, namun belum berdampak karena baru beberapa hari terakhir data [DPK] diambil,” ujarnya kepada Negosyo, Senin (23/9/2024).

Menurut dia, situasi pertumbuhan DPK dan penurunan jumlah uang beredar saat ini merupakan dampak dari kebijakan BI yang sangat ketat, terlihat dari tingginya suku bunga yang saat itu masih di angka 6,25% dan kontraksi moneter. kebijakan. .

Oleh karena itu, ia menilai perbankan lebih memilih menempatkan dananya pada instrumen yang lebih aman, terutama SRBI yang menawarkan suku bunga lebih tinggi dengan tingkat risiko lebih rendah. 

Oleh karena itu, penyaluran kredit bukanlah pilihan yang menguntungkan bagi perbankan, mereka lebih memilih menempatkan dananya pada instrumen BI yang bebas risiko. Tingkat pertumbuhan kredit menurun dan penciptaan uang melambat, tambahnya. 

Ia juga menjelaskan, secara historis pertumbuhan kredit selalu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan hal tersebut tidak menjadi masalah. 

Peter menambahkan, ketika terjadi credit crunch, otomatis berdampak pada menurunnya DPK.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjio mengatakan likuiditas perbankan pada Agustus 2024 masih mencukupi, tercermin dari tingginya rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) sebesar 25,37%. 

Rasio kecukupan modal (CAR) perbankan pada Juli 2024 cukup kuat tercatat tinggi sebesar 26,56% sehingga mampu menyerap risiko dan mendukung pertumbuhan kredit, ujarnya dalam konferensi pers hasil RDG BI. , Rabu (18/9/2024).

Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL) perbankan tetap rendah yaitu sebesar 2,27% (gross) dan 0,79% (net) pada Juli 2024. 

Stabilitas permodalan dan likuiditas perbankan juga didukung oleh kapasitas pembayaran dan profitabilitas korporasi, berdasarkan hasil stress test perbankan yang dilakukan baru-baru ini. 

Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan KSSK untuk memitigasi berbagai risiko yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel