Bisnis.com, Jakarta – Selama 10 tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), industri telekomunikasi menghadapi segudang permasalahan yang diharapkan dapat diselesaikan di bawah kepemimpinan baru Prabowo Subian.

Permasalahan ini meluas di semua sektor mulai dari sistem komunikasi kabel bawah laut (SKKL) hingga perusahaan satelit. 

Askalsi Sugiharto, Kepala Departemen Pemulihan dan Pengelolaan Fasilitas, mengatakan permintaan pemasangan kabel bawah laut Internet terus meningkat seiring dengan semakin maraknya adopsi Internet di masyarakat, terutama tantangan semakin ketatnya zonasi kabel di wilayah tersebut. daerah sekitarnya lahir Pulau Jawa – Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Kalimantan – Sulawesi. 

Zonasi kabel menjadi semakin ketat, sehingga meningkatkan risiko putusnya kabel. 

“Dengan begitu banyak orang yang datang, suasana menjadi sangat ketat, sangat dekat. Hal ini beresiko karena perbaikannya 2 kali kedalaman air. Sugiharto mengatakan dalam diskusi di Forum Bisnis Indonesia bertajuk ‘Sektor Telekomunikasi’: “Jika kabel-kabel diletakkan berdekatan, ada kemungkinan putus saat kabel diperbaiki karena saat dilepas. ditarik.” Di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta, Rabu (21/08/2024), dibebani permasalahan yang menjadi arah industri ke depan.

Sugiharto menambahkan, Askalasi berharap untuk menghindari terjadinya kecelakaan putus kabel, pemerintah akan mempelajari kabel bawah laut agar kabel pemain global dan lokal tidak saling berdekatan. 

Selain itu, kata Sugiharto, Askalasi juga berharap pemerintah dapat memberikan dukungan dengan menyediakan kawasan laut yang bebas rumpon atau alat penangkapan ikan. 

Kabel serat optik bawah laut sering mengalami gangguan karena tertarik oleh alat pemantau ikan. Hal ini dirasakan oleh sebagian pemain, terutama yang memiliki kabel di wilayah sekitar Medan dan wilayah Papua.

Sementara itu, Ketua Media Asosiasi Satelit Indonesia Firdaus Adinugroho mengatakan satelit low Earth orbit (LEO) memiliki dua sisi bagi industri satelit dalam negeri. 

Hal ini di satu sisi menjadi kekuatan bagi pemain dalam negeri untuk meningkatkan kapasitas dan mempercepat distribusi internet bagi pemain lokal di pedesaan, namun di sisi lain, ketika pemain LEO diperbolehkan berjualan secara retail maka menjadi ancaman bagi internet Indonesia. . ekosistem ide, termasuk Internet tetap. 

Pemain internet jalur tetap yang kesulitan memasang kabel di daerah pedesaan untuk merebut pasar dengan cepat kalah dari satelit LEO seperti Starlink. 

“Ini sangat disayangkan bagi para pelaku satelit, khususnya anggota APJII yang selama ini kesulitan menembus wilayah pedesaan,” kata Firdaus.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Firdaus menyarankan agar pemain dengan teknologi LEO atau sejenisnya dijadikan backhaul saja agar APJII tetap bisa masuk ke pasar retail. 

Selain persaingan Starlink, kata Firdaus, tantangan lain yang akan dihadapi pemain satelit dalam 2-3 tahun ke depan adalah rencana lelang spektrum frekuensi 3,5 GHz untuk layanan seluler khususnya 5G. 

Saat ini banyak pemain satelit yang masih menggunakan spektrum ini untuk melayani aktivitas masyarakat dan keuangan. Kehadiran layanan internet seluler berpotensi mengganggu layanan pemain yang ada. 

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan perangkat dan alat khusus untuk mencegah gangguan atau interferensi jaringan. Membeli instrumen ini membutuhkan modal besar untuk berinvestasi.  Harapan untuk Prabowo-Gibran

Sementara itu, Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJTel) memperkirakan persoalan fiber to fixed broadband menjadi perhatian di era Prabowo-Gibran, khususnya dari sisi regulasi.

Ketua Umum APJTel Jerry Siregar mengatakan industri telekomunikasi masih menghadapi beberapa permasalahan yang belum terselesaikan, seperti perizinan dan penyewaan jaringan utilitas terintegrasi.

 “Tarif sewa utilitas masih mempunyai mentalitas yang berbeda dengan pimpinan daerah,” kata Jerry yang ditemui Bisnis di Jakarta, Rabu (21/08/2024).

Jerry mengatakan, saat ini Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 7 Tahun 2024 mengubah Peraturan Dalam Negeri (wajib) No. 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Daerah.

Dalam Pasal 128 no. 6 dan 7, Jerry menjelaskan, dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa apabila Pemerintah Daerah (PEMDA) dan Pemerintah Kota (PEMCOT) tidak melaksanakan atau membangun fasilitas jaringan utilitas terpadu, maka pemerintah daerah menerapkan agregasi jaringan serat optik. tidak bisa Biaya sewa. 

“Tetapi jika mereka atau pemerintah daerah dalam hal ini membangun fasilitas jaringan utilitas terpadu maka faktor sewanya akan menjadi 4-16%,” imbuhnya. 

Selain itu, Jerry berharap dapat tercapai kesepahaman mengenai barang-barang penting serat optik nasional untuk mempercepat dan mempercepat penggelaran jaringan tersebut. Selain itu, harus ada kajian terukur terhadap daya beli masyarakat dan efektivitas mitigasi manajemen risiko, seperti moratorium.

“Juga bagaimana kita memanfaatkan atau memanfaatkan jaringan utilitas fiber optik untuk meningkatkan UMKM, pendapatan daerah dan digunakan untuk hal-hal positif seperti penertiban perjudian online dan pornografi,” ujarnya. 

Di saat yang sama, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) juga menaruh harapan terhadap kepemimpinan era Prabowo-Gibran pada 2024-2029.

Asosiasi berharap industri telekomunikasi dan industri internet dapat ditingkatkan. APJII juga berharap masyarakat dapat memperoleh manfaat yang signifikan dalam pemerataan akses dan kualitas Internet.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel