Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan alasan beberapa rekomendasi Dana Moneter Internasional (IMF) yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional belum dilaksanakan.

Yon Arsal, pakar di departemen kepatuhan pajak Kementerian Keuangan, mengatakan pemerintah umumnya menerima saran kebijakan dari lembaga internasional, termasuk dari Dana Moneter Internasional.

Kementerian Keuangan mengatakan pada Rabu (14/8/2024): “Pemerintah telah menerima saran tidak hanya dari Dana Moneter Internasional tetapi juga dari berbagai lembaga internasional. Kami telah mengadopsi beberapa rekomendasi ini, sementara rekomendasi lainnya masih dalam peninjauan. “.

Yon menjelaskan, UU Nomor 1 ini mengambil beberapa kebijakan. Keputusan Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Misalnya, pemerintah menerapkan tarif pajak progresif dari 5% menjadi 35% untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP). Selain itu, usaha kecil dan menengah (UMKM) WP OP yang omset tahunannya mencapai Rp 500 juta tidak dikenakan pajak sehingga tidak perlu membayar PPH final (tarif pajaknya 0,5%).

“Kami telah memberikan beberapa rekomendasi yang kami yakini dapat segera diterapkan dalam undang-undang atau peraturan pemerintah,” imbuhnya.

Namun beberapa strategi dari Strategi Pendapatan Jangka Menengah (MTRS) 2017 masih belum dapat dilaksanakan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Keputusan No. 24/270 yang diterbitkan pada awal Agustus 2024 dalam laporan negara IMF menunjukkan bahwa beberapa strategi penting belum dilaksanakan, seperti pemberlakuan pajak bahan bakar (BBM), alternatif pajak minimum, pengurangan pajak atas transaksi real estat (PPN dan BPHTB), dan pajak bumi dan bangunan (PBB) meningkat.

Yin menekankan bahwa pemerintah masih mengkaji rekomendasi tersebut dan akan mengambil tindakan berdasarkan kondisi dan prioritas nasional.​

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel