Bisnis.com, JAKARTA – Beberapa bank mencatatkan tingginya kredit bermasalah (NPL), termasuk kredit bermasalah, setidaknya hingga kuartal I 2024. Bagaimana cara kerja Kantor Jasa Keuangan (OJK)?

Salah satu bank dengan NPL tinggi adalah PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR). Hingga Maret 2024, bank penerbit digital ini mencatat tingkat kredit bermasalah bruto sebesar 10,26%, naik 378 basis poin (bps) dari 6,48% pada periode yang sama tahun lalu. 

Namun NPL netto AMAR tercatat sebesar 0,84% pada Maret 2024 dibandingkan 1,84% pada Maret 2023.

Kemudian P. T. K. B. Bukopin Tbk. (BBKP) atau Bank KB mencatat rasio kredit bermasalah bruto per Maret 2024 berada di level 9,92% dibandingkan 6,98% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pada saat yang sama, NPL netto turun tipis menjadi 4,93% dari 4,95%.

Bank Pembangunan Daerah PT Banten Tbk. atau Bank Banten (BEKS) mencatatkan NPL bruto sebesar 9,58% per Maret 2024, turun dari 9,62% per Maret 2023. NPL netto BEKS pun turun dari 1,53% menjadi 1,47%.

Direktur Jenderal Pengawasan Perbankan OJK Dian Ediana Rey mengatakan dalam melakukan pengawasan, OJK selalu mendorong perbankan untuk selalu menerapkan prinsip kehati-hatian.

“OJK melakukan evaluasi secara berkala terhadap indikator-indikator usaha yang prudent yang menjadi landasan penting dalam menilai keadaan bank,” ujarnya melalui balasan tertulis beberapa waktu lalu.

Banyak indikator yang merupakan indikator penting yang menentukan tindakan pengawasan, termasuk kredit bermasalah. Penilaian terhadap indikator-indikator tersebut memungkinkan OJK dalam menentukan strategi pengawasan perbankan.

Dalam kondisi normal, ketika suatu bank menunjukkan indikator kehati-hatian yang cukup rendah, OJK menghimbau bank tersebut untuk segera mengidentifikasi dan melaksanakan rencana aksi. Tujuannya untuk mengatasi permasalahan yang timbul dan pelaksanaannya dievaluasi secara berkala oleh OJK. 

Selain itu, keterlibatan pemegang saham bank menjadi faktor penting dalam penguatan aspek permodalan bank yang senantiasa dipantau dan dievaluasi.

Meski begitu, menurut dia, seluruh bank di Indonesia masih mencatatkan kredit bermasalah bersih dalam batas aman yakni di bawah 5%. Pada saat yang sama, jika beberapa bank mencapai rasio kredit bermasalah di atas 5%, maka hal tersebut merupakan kredit bermasalah bruto.

Dalam lingkungan NPL neto yang rendah, meskipun NPL bruto tinggi, hal ini menunjukkan bahwa bank telah membangun penyisihan untuk menutup kerugian NPL, sehingga dampaknya terhadap permodalan dapat diprediksi dengan baik.

NPL neto sendiri dihitung dengan memperhitungkan penyisihan kerugian penurunan nilai (CKPN) bank. Hasilnya, perbankan di Indonesia tetap memiliki kualitas kredit yang solid. 

Kepala Departemen Hubungan Korporasi Bank KB Adi Pribadi sebelumnya mengatakan perseroan melakukan pendekatan konservatif terhadap perbaikan fundamental dan kualitas aset dengan dibentuknya CKPN.

“Di sisi lain, kami berupaya meningkatkan kualitas aset tetap melalui sejumlah inisiatif, antara lain penagihan intensif, penjualan agunan, konsesi, penjualan melalui skema pemulihan aset, dan hapus buku secara selektif,” ujarnya kepada Bisnis.

Senior Vice President Finance Amar Bank David Weerawan mengatakan tingginya NPL gross Amar Bank disebabkan bank tersebut fokus pada sektor UKM dan individu yang masih underserved dan memiliki akses terbatas terhadap layanan keuangan (underserved), sehingga memiliki profil risiko yang lebih tinggi.

“Ini karena model bisnis kami berbeda dari bank lain karena kami bertujuan untuk melayani UKM dan segmen tertentu dengan berbagai solusi keuangan inovatif, meskipun kami memahami risiko yang lebih besar,” ujarnya kepada Business. 

Meski begitu, perbankan tetap mematok suku bunga CKPN yang tinggi. “Hal ini diterapkan berdasarkan prinsip kehati-hatian yang kami terapkan untuk meminimalkan risiko dalam setiap penyaluran kredit dan hal tersebut akan terus kami lakukan dalam setiap manajemen risiko ke depan,” ujarnya. 

Sementara itu, dosen senior Lembaga Perbankan Pembangunan Indonesia (LPPI) Moh Amin Noordin mengatakan penting bagi perbankan untuk mampu menjaga kredit bermasalah di bawah 5% sesuai regulasi. Jika tidak, bank-bank yang ada akan mengalami kemunduran kesehatan.   

Menurut Amin, beberapa strategi yang bisa dilakukan perbankan adalah penjualan aset-aset bermasalah untuk memperluas kredit berkualitas. Pasalnya, peningkatan portofolio kredit yang baik juga akan menurunkan tingkat NPL yang ada.    

“Pengamatan saya di tahun 2024 [bank yang mencatat NPL di atas 5%] akan berusaha menurunkan NPL, sehingga akan ada perbaikan,” ujarnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA