Bisnis.com, BELITUNG TIMUR – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan nilai produksi sektor kelapa sawit mencapai Rp 729 miliar dan menyumbang pendapatan negara hingga Rp 88,7 miliar selama tahun 2023.
Analis Kebijakan Antara Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Nursidik Istiawan mengatakan, simpanan yang masuk dalam APBN tidak terlepas dari dukungan pemerintah terhadap perkebunan kelapa sawit pada tahun 2023 berupa insentif pajak.
“Hal ini menunjukkan dampaknya berupa peningkatan pajak atau pajak yang dapat dibebankan pada tahun 2023 sebesar Rp 50,2 triliun,” ujarnya pada acara Sumbangan Sawit terhadap APBN dan Perekonomian, Selasa (27/8/2024).
Tak hanya menyumbang pajak, industri sawit juga membayar bea keluar atas ekspor yang dilakukan produsen sawit yang mencapai Rp 6,1 miliar pada tahun 2023.
Sedangkan penerimaan Badan Pendapatan Non Fiskal Negara (BLU), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), memungut bea keluar senilai Rp 32,4 miliar.
Nursidik mengatakan, iuran tersebut pada dasarnya akan dikembalikan kepada pelaku industri kelapa sawit dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH) Kelapa Sawit yang disalurkan pemerintah setiap tahunnya.
Kementerian Keuangan mencatat bagian pajak ekspor mencakup 36,24% dari total pendapatan BLU 2023 yang bernilai Rp 89,4 triliun.
Pada dasarnya, DAP minyak sawit diperoleh dari persentase alokasi penerimaan bea keluar dan pajak ekspor atas minyak sawit, minyak sawit mentah (CPO) dan/atau produk turunannya.
“Ini berdampak pada penerimaan negara yang terjadi karena kebijakan [insentif pajak],” ujarnya.
Nursidik menjelaskan, fasilitas fiskal yang saat ini digunakan industri sawit berupa keringanan perpajakan, pembebasan bea masuk, fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dan fasilitas Kawasan Pabean untuk menunjang ekspor.
Namun Nursidik tidak membeberkan besaran belanja pajak khusus industri pengolahan kelapa sawit.
Subsidi pajak ini ia informasikan, ada 5 investasi di sektor kelapa sawit dengan rencana investasi senilai Rp8,27 miliar dan yang mendapat fasilitas hanya senilai Rp7,78 miliar.
Mengutip dokumen Nota Keuangan RAPBN 2025, perkiraan belanja fiskal industri pengolahan (tidak terbatas pada kelapa sawit) pada tahun 2023 akan menjadi yang terbesar, yakni mencapai Rp 91,7 miliar.
Sementara itu, sejak tahun 2024 hingga bulan Juli, pembayaran bea keluar produk minyak sawit dilaporkan mengalami penurunan sebesar 60% (tahunan/tahun) karena penurunan harga rata-rata CPI pada tahun 2024 dari $865/MT menjadi $814/MT. gunung
Sejalan dengan itu, volume ekspor juga mengalami penurunan sebesar 15,48% (year-on-year), dari 24,01 juta ton menjadi 20,29 juta ton.
Sementara itu, pendapatan Pengelolaan Dana BLU melambat sebesar 11,2% (year-on-year), terutama pendapatan pajak ekspor kelapa sawit.
Melihat tren industri kelapa sawit, sektor hilir ini mampu meningkatkan nilai tambah perekonomian.
Nursidik menyoroti hilirisasi minyak sawit mampu meningkatkan nilai tambah produk minyak goreng sebesar 1,31 kali lipat, biodiesel (FAME) sebesar 1,33 kali lipat, dan tertinggi pada industri kosmetik yang mencapai 3,88 kali lipat.
“Jadi peran sawit dalam industri cukup tinggi dan itu harus kita lanjutkan. Bagaimana kita bisa menciptakan nilai tambah agar pelaku industri, termasuk industri sawit itu sendiri, bisa merasakan manfaatnya?”
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel