Bisnis.com, JAKARTA – Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berperan penting dalam perekonomian nasional, menjadi tumpuan stabilitas perekonomian, dan terbukti tahan terhadap krisis seperti pandemi Covid-19. UKM mendominasi pertumbuhan ekonomi dan berkontribusi sekitar. 60,5% terhadap produk domestik bruto (PDB) dan menyerap 96,9% total angkatan kerja.

Untuk itu, pemerintah terus mendorong sektor UMKM melalui berbagai kebijakan dan program yang bertujuan untuk berkontribusi terhadap pengembangan sektor tersebut agar dapat berpartisipasi dalam rantai nilai global.

UKM berperan penting dalam membangun ketahanan perekonomian. Ketika pandemi Covid-19 mengguncang perekonomian global, UKM yang beroperasi di berbagai sektor lokal mampu bertahan dan bahkan berkembang. Produk lokal saat itu, seperti masker batik dan alat pelindung diri (APD), tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, namun juga berhasil menembus pasar internasional. Keberhasilan ini menunjukkan besarnya potensi UKM Indonesia untuk berpartisipasi dalam rantai nilai global.

Selama satu dekade terakhir, pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah, terutama dalam meningkatkan akses pasar di luar negeri. Sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi tahun 2015, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 177/PMK.04/2016 dengan tujuan untuk mendukung pertumbuhan dan perluasan pasar ekspor usaha kecil dan menengah. perusahaan berskala besar (UKM).

Peraturan ini memberikan pembebasan bea masuk dan penghapusan PPN atau PPnBM atas impor barang, bahan, dan mesin untuk tujuan ekspor yang dikenal dengan impor ringan untuk tujuan ekspor (KITE) bagi usaha kecil dan menengah (IKM). Pada tanggal 30 Januari 2017, Presiden RI resmi meluncurkan kebijakan tersebut di Sentra Kerajinan Tembaga Tumang di Kabupaten Boyolali.

Gambar 1. Peresmian Fasilitas KITE IKM Tahun 2017 oleh Presiden Joko Widodo

Bagi UKM, instrumen ini berguna untuk menekan biaya produksi, meningkatkan likuiditas, sehingga dapat membantu memperluas kapasitas produksi dan investasi, serta meningkatkan daya saing. Sedangkan bagi perekonomian nasional, KITE IKM dapat mendorong pengembangan produk IKM bermerek nasional yang dapat mengisi pasar internasional, memperkuat daya saing Indonesia dalam penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan memperkuat pondasi perekonomian nasional dengan mendukung pengembangan ekspor IKM. . 

Hasilnya, berdasarkan Laporan Dampak Ekonomi 2023, terdapat 120 perusahaan yang menyumbang devisa ekspor senilai $67,16 juta. Meski kontribusi ekspor hanya sebesar 0,03% terhadap total ekspor industri manufaktur dalam negeri, namun rasio ekspor terhadap impor telah mencapai level 4,01.

Fasilitas yang dimiliki perusahaan tersebut sebesar Rp 46,82 miliar dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 18.043 orang. Kegiatan ekonomi tersebut menghasilkan nilai tambah sebesar Rp887,41 miliar dan investasi baru senilai Rp180,22 miliar.

Penggunaan fasilitas KITE IKM juga menunjukkan tren positif selama 10 tahun terakhir. Hal ini terlihat dari bertambahnya perusahaan yang memperoleh fasilitas tersebut dan selanjutnya nilai ekspor setiap tahunnya meningkat. Pada triwulan II tahun 2024, jumlah usaha yang menggunakan perangkat KITE mencapai 125 usaha, dan total kontribusi ekspor sebesar USD 42,36 juta.

Gambar 1. Jumlah perusahaan yang menerima peralatan KITE IKM tahun 2017-2017. kuartal kedua tahun 2024

Gambar 2. Total nilai ekspor pengguna fasilitas KITE IKM dalam jutaan USD tahun 2017-2017. kuartal kedua tahun 2024

Selain itu, pemerintah juga memfasilitasi perluasan pasar produk UMKM di luar negeri melalui kerja sama fungsi keuangan, diplomasi, dan perbankan, serta pengembangan kapasitas IKM dengan pemberdayaan UMKM secara terstruktur dan terstandar melalui program Klinik Ekspor. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah melakukan upaya bersama untuk memberikan pendidikan dan kesempatan untuk belajar dan menjelajahi pasar luar negeri. Upaya bersama ini mendekatkan sumber informasi dari negara-negara sasaran kepada para pelaku UMKM melalui berbagai kegiatan seperti business match, pengembangan dan pelatihan kewirausahaan internasional, fasilitasi penyelenggaraan pameran produk dan bentuk promosi produk UMKM secara internasional. Sedangkan Program Klinik Ekspor telah berjalan sejak tahun 2018 yang bertujuan untuk memberikan pendampingan dan pendampingan teknis kepada usaha kecil dan menengah agar siap dan mampu menembus pasar ekspor. Klinik Ekspor berfungsi sebagai pusat konsultasi dan pelatihan ekspor yang memberikan panduan praktis mengenai perizinan, hubungan pasar serta berbagai fasilitas perpajakan yang tersedia bagi usaha kecil dan menengah.

Berbagai kisah sukses menunjukkan dampak nyata dari program ini. Misalnya saja pada industri pangan pada tahun 2023, ada Kelompok Tani Wanoja yang berhasil mengekspor kopi arabika sebanyak 7 ton ke Arab Saudi, dan PT Saricotama yang akan mengekspor sari kelapa beku sebanyak 54 ton ke China. Industri kerajinan tangan antara lain perusahaan CV Bunga Melati yang pada tahun 2023 berhasil mengekspor pot tanaman hias sabut kelapa (kokedama) sebanyak 9.897 buah ke Jepang. Di industri kosmetik, ada UMKM Henny Beauty dengan produk Bedda Lotong, peeling tubuh tradisional Bugis yang sudah memasuki pasar Asia dan Australia.

Gambar 2. Produk Bedda lotong dari UMKM Henny Beauty

Pemerintah Indonesia melalui berbagai inisiatif dan sinergi antar kementerian/lembaga berkomitmen untuk terus mendukung usaha kecil dan menengah dalam meningkatkan daya saingnya di pasar global. Program pendukung seperti Klinik Ekspor; insentif fiskal seperti KITE IKM; dan kerja sama internasional telah membuka jalan bagi perusahaan kecil dan menengah untuk menjadi eksportir berkelanjutan. Keberhasilan UMKM menembus pasar ekspor tidak hanya akan meningkatkan pendapatan nasional tetapi juga membangun citra positif Indonesia di kancah internasional.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel