Bisnis.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membangun sejumlah proyek infrastruktur selama satu dekade kepemimpinannya, salah satunya yang disebut-sebut akan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia, yakni jalan tol (JTTS).
Upaya pemerintah meningkatkan komunikasi di Pulau Sumatera diyakini berhasil menurunkan biaya transportasi dan pada akhirnya mendorong peningkatan jumlah pusat perekonomian baru.
PT Hutama Karya (Persero) atau HK selaku Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dalam rangka pengelolaan Jalan Tol Trans Sumatera mengumumkan bahwa hingga 30 Juni 2024, panjang Jalan Tol Trans Sumatera yang telah beroperasi adalah 800. Dia menunjukkan bahwa hal itu telah tercapai. Masih tersisa satu kilometer lagi untuk mencapai target total panjang Tol Trans Sumatera Tahap 1 sepanjang 966 km.
Dalam laporannya, Kamis (8 Januari 2024), Hong Kong mengungkapkan pengusahalah yang merasakan dampak pembangunan mega proyek JTTS. Mulai dari peningkatan pelanggan, karyawan, produktivitas dan kondisi bisnis hingga memperluas prospek pengembangan bisnis.
Tak hanya itu, JTTS juga diklaim mampu meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan rumah tangga di Sumatera.
Dari sisi sosial, proyek JTTS menciptakan hingga 4,46 juta lapangan kerja selama masa konstruksi, meningkatkan akses rumah tangga terhadap fasilitas umum, dan memberikan dampak positif terhadap penghidupan rumah tangga.
Sementara itu, investasi JTTS dapat meningkatkan produksi Sumatera hingga Rp 924 triliun, menurut dokumen Center for Economic Reform (CORE).
Sementara itu, Total Benefit Cost Ratio (BCR) pembangunan Tol Trans Sumatera tahap I dilaporkan mencapai 4,62 kali dan internal rate of return (EIRR) mencapai 18,15%.
Selain dampak positif tersebut, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono berharap pemerintahan Prabowo Subianto dan Ghibran Rakabumin Raka bisa melanjutkan proyek tol Sumatera.
Basuki mengatakan diperlukan upaya berkelanjutan untuk mengembangkan proyek sumber daya air dan konektivitas jalan untuk meningkatkan potensi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
“Jika pemerintah baru setuju, maka mereka sudah merencanakan apa yang harus dilakukan di masa depan. Pertama, jika masyarakat ingin hidup bermartabat, mereka memerlukan akses terhadap air dan sanitasi konektivitas,” katanya.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel