Bisnis.com, JAKARTA – Peraturan penyiaran baru melarang penyiaran jurnalisme investigatif saja. Aturan tersebut nantinya akan dituangkan dalam rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Hal itu terungkap dari dokumen Rapat Badan Legislatif (Baleg) 27 Maret 2024 tentang RUU Penyiaran.

UU Penyiaran menjelaskan, di antara Pasal 50 dan Pasal 51 disisipkan enam pasal, yaitu Pasal 50A, Pasal 50B, Pasal 50C, Pasal 50D, Pasal 50E, dan Pasal 50F.

Pasal larangan penyiaran eksklusif jurnalisme investigatif terdapat dalam Pasal 50B(2)(c). Aturan tersebut menyebutkan, selain pedoman kelayakan isi siaran dan isi siaran, Standar Isi Siaran (SIS) juga memuat larangan penyiaran eksklusif jurnalisme investigatif.

SIS sendiri merupakan standar isi suara dan isi suara yang memuat batasan, larangan, kewajiban dan peraturan penyiaran, serta sanksi Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Namun jika dilihat pasal per pasal, Pasal 50B(2)(c) justru menunjukkan bahwa pasal tersebut cukup jelas.

RUU tersebut menyatakan bahwa kebebasan ruang publik dalam penyiaran harus dijamin oleh politisi dalam bentuk undang-undang. Karena penyiaran merupakan ruang publik atau dengan kata lain dunia penyiaran merupakan ruang opini dan akses masyarakat secara demokratis dan rasional.

“Pengaturan penyelenggaraan penyiaran dalam praktiknya harus selalu berlandaskan prinsip keberagaman konten dan keberagaman kepemilikan,” demikian isi rancangan Undang-Undang Penyiaran yang dikutip Senin (13 Mei 2024).

Selain itu, RUU tersebut juga menyebutkan bahwa peran penyiaran sebagai penyebar informasi dan pembentuk opini semakin memegang peranan yang strategis, khususnya bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.

Karena penyiaran telah menjadi sarana komunikasi bagi masyarakat, lembaga penyiaran, dunia usaha dan pemerintah,

Untuk itu, penyelenggaraan kebijakan penyiaran, hubungan seluruh pelaku penyiaran, dan penyelenggaraan penyiaran sebagai sistem penyiaran nasional harus terstruktur, jelasnya.

Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin mengatakan lembaga penyiaran saat ini harus terus mengikuti perkembangan dan transisi penyiaran dari analog ke digital.

Selain itu, kata Ma’ruf, penyiaran institusi kini mulai merambah ke ranah personal, seperti media sosial.

Oleh karena itu, saya memandang perlu adanya pembaharuan regulasi penyiaran, khususnya penyiaran digital dan media sosial, kata Ma’ruf di sela-sela acara Anugerah Syiar Ramadhan 2024 di Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Jakarta, Rabu. (08/05/2024).

Ma’ruf berpendapat bahwa penyesuaian peraturan segera perlu dilakukan untuk memastikan penyiaran di Indonesia tetap relevan dengan situasi saat ini dan sebagai bentuk antisipasi tantangan di masa depan untuk menjamin perlindungan masyarakat.

“Saat ini kita melihat sebagian masyarakat masih belum memahami sepenuhnya aturan dan etika digital,” kata Ma’ruf.

Oleh karena itu, Ma’ruf mengajak seluruh lembaga penyiaran Indonesia untuk terus berkontribusi dalam meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap literasi digital.

“Makanya saya minta media membantu meningkatkan literasi digital masyarakat,” ujarnya.

Untuk berita dan artikel lainnya, kunjungi Google Berita dan WA Channel