Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terus menguat hingga mencapai puncaknya Rp 15.455 USD dari Rp 16.394 hingga akhir musim I/2024. Emiten CPO PT Sampoerna Agro Tbk. (SGRO) dan PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG) menjelaskan dampaknya terhadap kinerja organisasi.

Stephanus Dharmagiri, Investor Relations, SGRO, menjelaskan penguatan nilai tukar rupiah akan berdampak pada produsen kelapa sawit karena CPO merupakan komoditas internasional yang diperdagangkan dalam dolar AS. Menurut dia, penguatan rupiah bisa menurunkan harga jual CPO dalam rupiah.

“Namun, kami memperkirakan harga CPO global akan tetap stabil mengingat perlambatan pertumbuhan produk minyak bumi seperti minyak mustard, minyak bunga matahari, dan minyak sawit serta penerapan penuh B35 dan deklarasi B40 pada tahun depan. Bagus,” kata Stefanos Selasa (10/9/2024).

Lanjutnya, berharap hal ini bisa membantu meredam penurunan harga CPO terhadap rupee.

Selain itu, kata dia, dari sisi harga, penguatan rupee bisa berdampak positif. Ia mengutip fakta bahwa harga minyak yang dipatok terhadap dolar AS berdampak positif pada penurunan upah tenaga kerja.

Stephanus juga menjelaskan bahwa SGRO terus mencari praktik pertanian terbaik yang dapat meningkatkan produksi dengan melanjutkan program insentif yang telah berjalan selama beberapa tahun terakhir, dengan tetap menjaga manajemen risiko perubahan.

Proyek-proyek ini mencakup mekanisasi, sistem pengelolaan air dan peningkatan sistem serta digitalisasi untuk meningkatkan pemantauan, efisiensi dan efektivitas operasi perkebunan.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Triputra Agro Persada Johny Cheng mengatakan dari sisi penjualan, harga CPO global kini menggunakan indeks harga dolar AS. Artinya, perubahan harga jual langsung tidak akan berdampak signifikan terhadap harga jual CPO.

“Pergerakan harga CPO berada pada level yang sangat baik mengingat laju pertumbuhan lapangan kerja yang lesu,” kata Joni, Selasa (10/9/2024).

Dari sisi utang, pinjaman TAPG saat ini dalam mata uang rupee sehingga TAPG terlindungi dari risiko nilai tukar.

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong Anda membeli atau menjual saham. Penilaian ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau kerusakan apa pun yang diakibatkan oleh keputusan investasi pembacanya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel