Bisnis.com, Jakarta – Nilai tukar rupiah sempat mencapai level terendah sejak April 2020, saat Indonesia baru saja dilanda wabah Covid-19. Namun, masih ada peluang rupee menguat pada akhir tahun 2024.

Pada Jumat (14/6/2024), rupee ditutup melemah 0,87 persen atau 142 poin di level 16.412 per dolar AS, berdasarkan data Bloomberg. Sedangkan indeks dolar terlihat naik 0,34 persen menjadi 105,55.

Pekan ini, pelaku pasar menunggu keputusan Rapat Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) yang dijadwalkan pada 20 Juni 2024. Pelaku pasar memperkirakan BI rate akan dipertahankan pada level 6,25%. Namun pergerakan rupee juga masih terbatas pada pekan depan menjelang libur Idul Adha pada 17-18 Juni 2024.

Liza Camelia Suryanata, Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Indonesia, mengatakan pada perdagangan akhir pekan lalu, rupiah mencapai Rp 16.417,5 atau nilai tukar rupiah dalam 4 tahun terakhir.

“Ini merupakan nilai tukar rupiah terlemah sejak April 2020, dengan RP berada pada level tertinggi 4 tahun sebesar 16,417 USD terhadap rupiah,” kata Lisa dalam wawancara langsung yang diselenggarakan Indonesia Investment Education, Sabtu (15/6/2024 ).

Menurut dia, tekanan terhadap rupee tidak lepas dari dampak bias keputusan bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) yang mempertahankan suku bunga pada kisaran 5,25%-5,5% di Pasar Terbuka Federal. Rapat Komite (FOMC) Rabu (12/6/2024) waktu AS.

Lisa mengatakan indeks dolar yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang global lainnya sedang meningkat. Namun jika dianalisa secara teknikal, dia masih memperkirakan rupee akan kembali menguat terhadap dolar AS.

“Jika melihat indikator RSI, terdapat divergensi negatif, sehingga dolar AS membentuk mata uang baru terhadap rupee, momentum pembelian mulai melemah.” Jadi diharapkan menjadi fokus tahun ini. Kedepannya jelas,” kata Lisa.

Tim peneliti Phintraco Sekuritas menambahkan, inflasi di AS masih tinggi sehingga The Fed sebaiknya mempertahankan suku bunga jangka panjang. Hasilnya, dana AS yang berisiko rendah menjadi lebih menarik.

Sementara itu, data inflasi AS yang dirilis pada hari Rabu mengkonfirmasi kemajuan menuju target inflasi 2%. Indeks harga konsumen inti, tidak termasuk makanan dan energi, naik 0,2 persen di bulan Mei dan 3,4 persen dari tahun sebelumnya. Namun, The Fed memerlukan lebih banyak bukti sebelum memangkas suku bunga.

Sementara itu, surplus perdagangan (NPI) Indonesia yang menyusut berdampak pada aliran masuk dolar AS. Neraca perdagangan Indonesia mencapai US$3,56 miliar pada bulan April, turun dari US$4,47 miliar pada bulan Maret.

“Data NPI akan kembali dirilis pada minggu ini pada Rabu [19/6/2024] dan diasumsikan laba NPI akan kembali turun menjadi US$1,0 miliar,” tulis Phintraco Sekuritas Research Group. Kemungkinan pemulihan Rs

Josua Perdede, Kepala Ekonom PT Bank Permata TBK, mengatakan dengan perkiraan penurunan FFR pada Desember mendatang, pihaknya yakin ruang lingkup penurunan BI rate akan semakin besar hingga tahun 2025.

Josua menjelaskan Bank Indonesia akan terus berupaya menjaga stabilitas dengan menjaga spread yang wajar pada instrumen keuangan domestik Indonesia, sehingga BI hanya akan memangkas suku bunga jika The Fed memangkas FFR terlebih dahulu.

“Rencananya kami akan mematok nilai tukar rupiah antara Rp15.900 – 16.300 per dolar AS pada akhir tahun 2024,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (13/6/2024).

Sementara itu, Bank Indonesia sebelumnya telah menaikkan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25% pada April 2024 untuk menahan pelemahan rupiah, setelah dipertahankan pada level 6% sejak Oktober 2023.

Hal ini didasarkan pada tingkat BI awal, sejalan dengan kebijakan baru The Fed yang akan menurunkan suku bunga di akhir tahun.

“Dalam skenario kami, pada skenario sentral dengan probabilitas lebih besar dari 75 persen, suku bunga Treasury akan diturunkan di bawah 25 bps satu kali pada kuartal keempat tahun 2024, kemungkinan pada bulan Desember 2024,” kata Gubernur BI Pierre Vargio Said beberapa waktu lalu .

Dengan demikian, Bank Indonesia diperkirakan akan mempertahankan BI rate pada level 6,25% hingga akhir tahun 2024, sedangkan imbal hasil obligasi rupiah tenor 10 tahun berkisar antara 6,90% – 7,20%.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel