Bisnis.com, Jakarta – Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS mulai terdepresiasi hingga Rp 16.262 per dolar AS pada perdagangan hari ini Kamis (2024/01/08) setelah Federal Reserve memutuskan mempertahankan suku bunga acuan.

Rupee dibuka 2 poin atau 0,01% pada Rp 16.262 terhadap dolar, berdasarkan data Bloomberg. Di sisi lain, indeks dolar tercatat turun 0,08% menjadi 103,777.​

Beberapa mata uang Asia lainnya menguat terhadap dolar AS. Yen Jepang naik 0,57%, dolar Singapura naik 0,01%, won Korea Selatan naik 0,26%, dan peso Filipina naik 0,14%.​

Setelahnya, yuan China menguat 0,01%, ringgit Malaysia menguat 0,81%, dan baht Thailand menguat 0,17%. Namun, satu-satunya mata uang yang melemah hanya Rupee India yang melemah 0,01%.​

Sebelumnya, Direktur Laba Forexindo Futures Ibrahim Asaibi memperkirakan mata uang Rupee masih berfluktuasi namun berakhir menguat di kisaran Rp 16.210-16.280 pada Kamis (1/8/2024).​

Ibrahim menjelaskan, bank sentral diperkirakan akan menjaga suku bunga tetap stabil. Namun, fokusnya adalah pada potensi tanda-tanda penurunan suku bunga menyusul lemahnya data inflasi dan komentar dovish dari pejabat Fed.​

“Konsensus umum secara luas mendukung penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan September,” ujarnya dalam jajak pendapat hariannya, Rabu (31 Juli 2024).​

Ketegangan meningkat di Timur Tengah menyusul laporan bahwa pemimpin Hamas Ismail Haniyeh telah terbunuh di Iran, menurut pernyataan kelompok militan Palestina Hamas dan laporan di media pemerintah Iran pada hari Rabu.​

Hal ini diumumkan sehari setelah pemerintah Israel mengklaim telah membunuh seorang pejabat Hizbullah dalam serangan udara di Beirut pada hari Selasa sebagai pembalasan atas serangan roket lintas batas terhadap Israel pada hari Sabtu.​

Di Asia, Ibrahim menjelaskan, data PMI menunjukkan sektor manufaktur Tiongkok mengalami kontraksi selama tiga bulan berturut-turut pada bulan Juli, dengan pertumbuhan non-manufaktur yang melambat. Data tersebut dirilis setelah pertemuan Politbiro Tiongkok menunjukkan pemerintah menjanjikan langkah stimulus lebih lanjut, terutama ditujukan untuk meningkatkan sentimen konsumen.​

Dari dalam negeri, lembaga pemeringkat S&P kembali mempertahankan peringkat kredit atau utang negara Indonesia pada BBB, satu tingkat di atas peringkat investasi, dengan prospek stabil hingga 30 Juli 2024. ​

S&P meyakini prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat, didukung oleh kerangka kebijakan moneter dan fiskal yang kredibel, serta ketahanan eksternal dan beban utang pemerintah yang berkelanjutan.

S&P memperkirakan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata Indonesia akan tetap pada kisaran 5,0% selama tiga hingga empat tahun ke depan. Perkiraan pertumbuhan ekonomi ini didorong oleh permintaan domestik yang terus kuat dan peningkatan belanja pemerintah serta investasi swasta.​

Selain itu, inovasi strategi operasi keuangan yang pro pasar dengan menggunakan instrumen berbasis pasar diyakini akan semakin meningkatkan fleksibilitas kebijakan moneter. · Di bidang fiskal, S&P yakin pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk menjaga defisit anggaran di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB).​

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel