Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali ditutup pada Rp 16.375 pada Selasa (25/06/2024). Rupee menguat terhadap greenback.
Rupiah menguat 19 poin atau 0,12 persen menjadi Rp 16.375 per dolar AS, menurut data Bloomberg. Indeks dolar AS pun menguat 0,03% menjadi 105,50.
Sementara itu, sebagian besar mata uang Asia lainnya ditutup menguat. Misalnya saja Yen Jepang menguat 0,08%, Won Korea menguat 0,13%, dan Rupee India menguat 0,05%. Peso Filipina dan baht Thailand masing-masing menguat 0,08% dan 0,05%.
Berjangka Ibrahim Assuaibi, Direktur PT Laba Forexindo, mengatakan data inflasi AS pada Mei lalu menunjukkan tanda-tanda positif, meski tekanan harga masih cukup tinggi.
Di sisi lain, masih kuatnya Purchasing Managers’ Index (PMI) sepanjang bulan Juni juga menunjukkan bahwa perekonomian AS masih resilient sehingga kemungkinan besar The Fed akan mempertahankan suku bunga tetap tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama.
“Fokus utama minggu ini adalah pada data indeks harga PCE, ukuran inflasi pilihan The Fed, yang akan dirilis pada hari Jumat.” “Data ini diperkirakan menunjukkan sedikit penurunan inflasi namun tetap jauh di atas target tahunan sebesar 2 persen,” ujarnya, Selasa (25 Juni 2024).
Sementara itu, para menteri Tiongkok sedang berdialog dengan pejabat Jerman mengenai kemungkinan pengurangan atau kenaikan tarif, yang akan berlaku mulai bulan Juli.
Di saat yang sama, Ibrahim mengatakan Kanada juga mempertimbangkan untuk membatasi impor mobil listrik dari Tiongkok. Keputusan tersebut sejalan dengan kebijakan AS dan Uni Eropa dan dapat meningkatkan ketegangan perdagangan.
“Langkah ini dapat memperburuk hubungan yang sudah tegang antara Tiongkok dan Barat, yang telah membebani sentimen pasar Asia dalam beberapa sesi terakhir,” katanya.
Di dalamnya, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 akan meningkat dan setelahnya akan stabil dengan rata-rata pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2024-2026. akan mencapai 5,1% per tahun.
Perkiraan ini didorong oleh peningkatan belanja pemerintah, investasi bisnis, dan permintaan konsumen yang stabil. Namun, Indonesia menghadapi tantangan berupa lambatnya pertumbuhan harga komoditas, meningkatnya volatilitas harga pangan dan energi, serta ketidakpastian geopolitik.
Perkembangan lainnya, kenaikan harga mendorong inflasi di Indonesia hingga 2,8% pada tahun 2024. pada bulan Mei, dibandingkan dengan 2,6% pada tahun 2024. bulan Januari. Kondisi cuaca buruk menurunkan produksi beras dalam negeri, yang berdampak signifikan terhadap harga pangan.
“Bank Dunia memperkirakan Bank Indonesia akan mulai menurunkan suku bunga tahun depan seiring pemerintah meningkatkan belanja sosial dan investasi publik di tengah penurunan pendapatan akibat rendahnya pertumbuhan harga komoditas,” kata Ibrahim.
Pada tahun 2024 pada bulan April, Bank Indonesia menaikkan suku bunga dasar menjadi 6,25%. Lonjakan ini terjadi ketika bank sentral di negara-negara maju menunda penurunan suku bunga, sehingga mendorong arus keluar portofolio dan arus investasi yang memberikan tekanan pada mata uang Indonesia.
Untuk perdagangan besok, Rabu (26/6/2024), Ibrahim mengatakan rupiah akan berfluktuasi namun akan menguat lagi di kisaran Rp 16.320-16.400 per dolar AS.
Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel