Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat hingga mencapai level Rp 15.330 pada Rabu (18/9/2024). Penguatan rupee terjadi menjelang keputusan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).

 Mengutip data Bloomberg, rupee dibuka 5 poin atau 0,03% ke Rp 15.330 per dolar AS. Indeks dolar AS kehilangan 0,05% menjadi 100,83.

Sementara itu, sebagian besar mata uang lain di Asia dibuka bervariasi. Won Korea dan Yen Jepang masing-masing menguat 0,11% dan 0,57%. Sedangkan yuan China melemah 0,01% dan peso Filipina melemah 0,20%, sedangkan ringgit Malaysia menguat 0,23%.

Direktur Laba Forexindo Futures Ibrahim Assuaibi memperkirakan pada perdagangan Rabu (18/9/2024) mata uang rupiah akan berfluktuasi namun berpotensi ditutup menguat pada kisaran Rp15.230 – Rp15.350 per dolar AS.

Menurut dia, ada beberapa sentimen yang mempengaruhi pergerakan rupee hari ini. Di luar negeri, The Fed diperkirakan akan mengumumkan penurunan suku bunga setidaknya 25 basis poin pada akhir pertemuan kebijakan bulan ini. 

Namun, laporan dari Wall Street Journal dan Financial Times pekan lalu memicu spekulasi bahwa bank sentral dapat memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin. Kontrak berjangka memperkirakan kemungkinan 61% penurunan suku bunga sebesar 50 basis poin, naik dari sekitar 15% pada minggu lalu.

Sementara itu, imbal hasil Treasury AS jatuh menjelang pertemuan Fed, terutama karena peluang kenaikan suku bunga setengah poin meningkat.

The Fed diperkirakan akan memberi sinyal dimulainya siklus pelonggaran pada minggu ini, yang dapat mengakibatkan penurunan suku bunga lebih dari 100 basis poin pada akhir tahun.

Sementara Bahana Sekuritas memperkirakan suku bunga Bank Indonesia akan turun menjadi 6% pada Rapat Gubernur (RDG) 17-18 September 2024. 

Ekonom Bahana Securities Putera Satria Sambijantoro mengatakan penurunan ini akan diikuti dengan pelonggaran kebijakan kumulatif sebesar 50 basis poin (bps) pada kuartal IV 2024, sehingga suku bunga BI diperkirakan mencapai 5,5% pada akhir tahun. .

“Kami menilai BI mempunyai ruang untuk melakukan pelonggaran kebijakan mengingat harga minyak yang lebih rendah, deflasi domestik, lemahnya data global terutama dari Tiongkok, dan [yang terpenting] potensi shock dovish dari The Fed,” kata Satria dalam keterangan resmi. 

Ia juga mengatakan deflasi yang terjadi selama empat bulan berturut-turut bisa menjadi alasan BI menurunkan suku bunga.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel