Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat mendekati level psikologis Rp 14.000 pada perdagangan hari ini, Jumat (27/9/2024).

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka 0,47% atau 72 poin di level Rp 15.093. Sementara nilai tukar dolar AS terlihat menguat 0,19% ke 100,74.

Seperti rupee, jumlah mata uang Asia terus bertambah. Misalnya saja dolar Taiwan yang menguat 0,47% dan peso Filipina yang menguat 0,12%.

Namun, beberapa mata uang Asia lainnya juga melemah. Misalnya yen Jepang turun 0,3%, dolar Hong Kong turun 0,05%, dolar Singapura turun 0,15%, won Korea Selatan turun 0,14%, dan dolar Tiongkok turun 0,07%.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, secara bisnis pada akhir pekan ini, Jumat (27/9/2024), nilai tukar rupiah berfluktuasi namun ditutup kokoh pada kisaran Rp15.100 – Rp15.200.

Ada banyak emosi yang mempengaruhi nilai tukar rupee. Dari luar, dolar AS menguat setelah reli yang kuat sejak awal Juni 2024. Alasannya adalah para pedagang menunggu pidato para pengambil keputusan utama Federal Reserve di kemudian hari untuk mendapatkan petunjuk mengenai tingkat suku bunga. pemotongan suku bunga. .

Dalam catatannya pada Kamis (26/9/2024), Ibrahim mengatakan: “Investor tampaknya memiliki pandangan negatif terhadap masa depan penurunan suku bunga AS.”

Nantinya, data pengangguran mingguan AS akan direvisi, mengingat fokus The Fed pada lapangan kerja dibandingkan deflasi.

Trader masih menunggu penurunan suku bunga kedua sebesar 50 poin pada pertemuan The Fed berikutnya pada November 2020. Namun, kemungkinan penurunan suku bunga adalah 57,4% menurut FedWatch Tool.

Dari dalam negeri, para ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sebesar 5,2% pada tahun ini dan 5,3% pada tahun 2025. Pertumbuhan ini akan didorong oleh kebijakan dan tujuan fiskal, serta pertumbuhan uang, sementara permasalahan tersebut berkembang dalam skala global.

Terakhir, pemerintahan baru Presiden terpilih Prabowo Subianto akan mampu menerapkan kebijakan fiskal yang berdampak signifikan, termasuk fokus pada infrastruktur, hilir, dan teknologi. Tujuannya adalah untuk mendorong pembangunan yang kuat dan berkelanjutan.

Saat ini, pertumbuhan ekonomi negara masih ditopang oleh konsumsi keluarga yang mewakili separuh produk domestik bruto (PDB) negara. Meski demikian, para ekonom optimistis Indonesia masih memiliki potensi pertumbuhan melalui investasi bernilai tambah dan kebijakan fiskal yang mendorong produktivitas dan ekspansi ekonomi.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan Jaringan WA