Bisnis.com, JAKARTA – Rupiah melemah menjadi Rp16.442 terhadap dolar AS pada Rabu (26/6/2024). Penurunan rupee terjadi di tengah menguatnya posisi greenback.

Rupee dibuka melemah 67 poin atau 0,41% menjadi Rp 16.442 per dolar AS, mengutip data Bloomberg. Indeks dolar AS dibuka pada 105,63.

Sementara itu, sebagian besar mata uang lain di Asia melemah. Misalnya saja Won Korea yang melemah 0,20%, Yen Jepang 0,07%, dan Yuan China 0,04%. Baht Thailand juga turun 0,11%, sedangkan peso Filipina turun 0,03%.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, data inflasi AS pada Mei tahun lalu menunjukkan tanda positif, meski harganya masih tinggi.

Di sisi lain, kuatnya Purchasing Managers’ Index (PMI) bulan Juni juga menunjukkan kuatnya perekonomian AS, sehingga The Fed akan terus menaikkan suku bunganya dalam jangka waktu yang lama.

“Pendapat minggu ini adalah mengenai data statistik PCE, tingkat ekspansi pilihan The Fed, yang akan dirilis pada hari Jumat. Namun akan tetap di atas target tahunan sebesar 2%”.

Sementara itu, para menteri Tiongkok sedang berbicara dengan pejabat Jerman mengenai kemungkinan pengurangan atau penghapusan tarif yang akan diberlakukan pada bulan Juli.

Di saat yang sama, Ibrahim mengatakan Kanada sedang mempertimbangkan untuk membatasi impor kendaraan listrik dari Tiongkok. Keputusan tersebut terkait dengan kebijakan AS dan UE serta eskalasi perselisihan dagang.

“Langkah ini dapat meningkatkan hubungan erat antara Tiongkok dan negara-negara Barat, yang telah membebani pasar Asia dalam beberapa musim terakhir,” katanya.

Dari dalam negeri, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat pada tahun 2025 dan seterusnya, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5,1% per tahun dari tahun 2024 hingga 2026.

Perkiraan ini didorong oleh peningkatan belanja pemerintah, investasi bisnis, dan permintaan konsumen yang kuat. Namun, Indonesia menghadapi tantangan berupa kenaikan harga komoditas, peningkatan volatilitas harga pangan dan energi, serta ketidakpastian geopolitik.

Di sisi lain, tingginya harga telah menyebabkan inflasi di Indonesia hingga 2,8% pada Mei 2024, dari 2,6% pada Januari 2024. Kondisi yang tidak menguntungkan tersebut menurunkan produksi beras dalam negeri dan berdampak pada harga pangan.

“Bank Dunia memperkirakan Bank Indonesia akan mulai menurunkan suku bunganya pada tahun depan, seiring pemerintah meningkatkan belanja dan investasi publik dalam menghadapi perlambatan pendapatan akibat rendahnya pendapatan,” kata Ibrahim.

Pada April 2024, Bank Indonesia menaikkan suku bunga menjadi 6,25%. Kenaikan ini terjadi karena bank sentral di negara-negara maju menunda penurunan suku bunga, sehingga mendorong arus keluar portofolio dan tekanan investasi dalam mata uang Indonesia.

Pada perdagangan hari ini, Ibrahim mengatakan rupiah mengalami perubahan namun ditutup menguat antara Rp 16.320 – Rp 16.400 untuk dolar AS. 

Simak berita dan artikel di Google News dan Channel WA