Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang memastikan pelemahan nilai tukar rupiah belum berdampak signifikan terhadap industri maupun produksi sehingga memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Rupiah menguat 15 poin atau 0,09% ke Rp16.435 per dolar AS pada pukul 13:11 WIB siang tadi. 

“Kalau rupee melemah, ketahanan industri atau manufaktur pada dasarnya seperti itu. Tantangannya memang ada, tapi saya kira ketahanan kita masih tinggi, kata Agus usai mengikuti rapat kabinet paripurna bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan anggota Kabinet Indonesia Progresif (KIM) di Istana Negara, Senin (24/1). 6 .). / 2024).

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebelumnya meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluarkan aturan untuk melindungi praktik dumping yang menyebabkan penurunan sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) hingga berujung pada gelombang PHK.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kebijakan antidumping berupa tindakan pengamanan atau Bea Masuk Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Antidumping (BMAD) tidak pernah dilaksanakan melalui perintah Menteri Keuangan (PMK).

“Hal ini harus segera kita antisipasi dengan mengambil kebijakan trade Measures berupa kebijakan anti dumping dan safeguard serta kebijakan non-tarif lainnya,” kata Agus dalam keterangan resminya yang dikutip, Jumat (21/6/2023). .

Agus mengatakan, sebelumnya pemerintah telah memperkenalkan BMTP Kain yang habis masa berlakunya pada 8 November 2022 dan hingga kini belum ada perpanjangan.

Memang perpanjangan BMTP Kain sudah disetujui, namun PMK yang melandasi pelaksanaannya belum keluar. Menurut Agus, Menteri Keuangan Sri Mulyani kurang konsisten dengan kebijakan dan pernyataannya belakangan ini.

Sri Mulyani belakangan ini diduga terlibat praktik dumping di negara produsen TPT. Di sisi lain, Kementerian Keuangan menilai lambat atau belum memiliki kebijakan untuk mengamankan pasar TPT dalam negeri.

“Keberhasilan upaya tersebut harus dijaga secara komprehensif, tidak hanya di Kementerian Perindustrian, karena kewenangannya tidak hanya di Kementerian Perindustrian,” ujarnya.

Seperti diketahui, produk jadi buatan Indonesia seperti pakaian dan alas kaki diakui dan mendapat tempat di negara tujuan ekspor, antara lain Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara di Uni Eropa.

“Tidak dapat dipungkiri saat ini terjadi penurunan ekspor yang disebabkan oleh permasalahan geopolitik global yang berdampak pada menurunnya daya beli konsumen di negara tujuan ekspor,” jelasnya.

Selain itu, akses pasar ekspor kini semakin sulit akibat adanya pembatasan barang impor melalui kebijakan hambatan tarif dan non-tarif di negara tujuan ekspor.

Untuk itu, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan terus berupaya meningkatkan penyerapan produk TPT di pasar dalam negeri guna terus menjaga kondisi industri TPT nasional jika terjadi penurunan ekspor.

Namun daya saing industri TPT nasional di pasar dalam negeri tergerus dengan adanya impor produk sejenis, khususnya produk TPT terkait, dalam jumlah besar, baik secara legal maupun ilegal.

Selain itu, masih terdapat produk hasil produksi TPT di dunia yang tidak terserap oleh negara tujuan ekspor yang saat ini memberlakukan pembatasan perdagangan, tambahnya.

Akibatnya terjadi kelebihan pasokan sehingga negara-negara produsen melakukan dumping dan berusaha mengalihkan pasar ke negara-negara yang tidak memiliki perlindungan pasar dalam negeri, salah satunya Indonesia.

Praktek ini menunjukkan bahwa setiap negara produsen berusaha melindungi industri dalam negerinya dengan melakukan kebijakan dumping dan hal ini merupakan hal yang biasa dilakukan.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA