Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah akan meningkatkan proporsi pembiayaan infrastruktur swasta dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dan pada periode pertama pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Susiwijono Moegiarso, Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian, menjelaskan kebutuhan pembiayaan infrastruktur semakin meningkat setiap tahunnya. Pemerintah ingin ke depan sektor swasta bisa berkontribusi lebih besar dalam pembiayaan infrastruktur sehingga tidak membebani APBN atau APBD.
Susi menjelaskan, dalam RPJMN 2015-2019, total kebutuhan dana infrastruktur mencapai Rp4.796,2 triliun, dan porsi pembiayaan swasta sebesar Rp1.751,4 triliun atau 35,5% dari total dana infrastruktur ya. Sedangkan pada RPJMN 2020-2024, total kebutuhan pembiayaan infrastruktur sebesar Rp6,445 triliun dan porsi pembiayaan swasta sebesar Rp2,707 triliun atau setara 42%.
Anak buah Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui belum tercapai kesepakatan mengenai RPJMN periode 2025-2029 sehingga belum ada data final mengenai target pembiayaan infrastruktur. Namun Susi mengindikasikan, seperti RPJMN sebelumnya, proporsi pembiayaan infrastruktur sektor swasta akan terus meningkat.
“Saat ini kami sedang mendorong Rp2.700 [triliun] ke swasta agar tidak membebani APBN, terutama di beberapa proyek yang sudah berjalan. Mungkin kita mundur untuk menaikkan nilainya,” jelas Susi kepada pers. konferensi pengenalan Perpres LCS dan LVC di Jakarta Pusat pada Rabu (28/08/2024).
Selain itu, lanjutnya, pemerintah meluncurkan dua skema baru pembiayaan infrastruktur swasta, yakni Hak Pengelolaan Terbatas (HPT) atau Sistem Hak Pengusahaan Tanah (LCS) dan Pengelolaan Nilai Tambah Daerah (P3NK) atau Reservasi Nilai Tanah (LVC). .
Kerangka hukum sistem pembiayaan HPT diatur dalam Perpres no. diatur dengan keputusan presiden. 66/2024. Sedangkan sistem P3NK digantikan dengan sistem No.1 diatur dengan keputusan presiden. 79/2024.
HPT sendiri, jelas Susi, merupakan sistem hukum pengelolaan aset infrastruktur yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi operasional penyertaan modal negara (PMN) dan aset BUMN.
“Biasanya pembiayaan kami peroleh melalui pembayaran di muka, yang nantinya pembayaran tersebut digunakan untuk penyediaan infrastruktur baru,” jelasnya.
Sedangkan P3NK merupakan alternatif pembiayaan daerah yang memanfaatkan peningkatan value capture daerah.
“Misalnya suatu kawasan yang nilai tanahnya tidak tinggi kita konversi menjadi suatu kawasan sehingga menjadi sangat tinggi. Kemudian dari situ kita jadikan dasar nilai skema pembiayaannya,” lanjut Susi.
Ia juga menyatakan, aturan turunan dari pedoman pelaksanaan HPT dan P3NK akan tetap dikeluarkan melalui keputusan koordinasi menteri. Menurut dia, sudah ada beberapa pilot project yang menggunakan konstruksi baru tersebut, seperti pembangunan jembatan Batam-Bintan dan tol pelabuhan Semarang.
Lihat berita dan artikel lainnya dari Google News dan WA Channel