Bisnis.com, Jakarta – Industri ritel menghadapi sejumlah tantangan akibat masifnya ekspansi platform belanja digital, rendahnya harga, dan menurunnya daya beli masyarakat.
Laksmi Kusumawati, Direktur Perdagangan, Investasi dan Kerjasama Ekonomi Internasional Papenna, mengatakan meningkatnya persaingan harga telah memaksa operator ritel untuk memangkas margin keuntungan.
Selain itu, pertumbuhan penjualan online barang-barang e-commerce yang dinilai lebih murah memaksa pengecer kembali melakukan penyesuaian harga jual.
“Persaingan harga yang ketat memaksa pengecer menurunkan harga dan keuntungan,” kata Lakshmi, Rabu (14 Agustus 2024).
Di sisi lain, selain toko ritel, Laksmi mengakui pasokan produk di e-commerce relatif lebih terdiversifikasi. Di saat yang sama, pengecer terus bekerja keras untuk menjaga loyalitas konsumen.
Lakshmi mengatakan, perilaku konsumen juga semakin beralih ke belanja online. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan jumlah pengguna Internet di Indonesia yang meningkat rata-rata 16% per tahun. Pada saat yang sama, jumlah total pengguna Internet di Indonesia diperkirakan akan mencapai 221,5 juta pada tahun 2024.
Melihat besarnya potensi penggunaan Internet, hal ini dipandang sebagai peluang bagi industri ritel untuk ikut serta dalam transformasi menuju landasan digital.
“Adaptasi teknologi diperlukan dan mengharuskan pengecer berinvestasi pada teknologi baru agar tetap kompetitif,” katanya.
Selain itu, Lakshmi mengatakan, pengusaha ritel juga disarankan untuk memanfaatkan ekosistem e-commerce untuk lebih mengoptimalkan peluang pasar online.
Alasannya, kata dia, e-commerce diharapkan menjadi saluran ritel dengan pertumbuhan tercepat secara global, diperkirakan menyumbang sekitar 24% dari penjualan ritel pada tahun 2027. Selain itu, e-commerce ritel juga diperkirakan akan tumbuh pada tahun 2022 hingga 2027. Penjualan akan tumbuh pada tahun 2018 dan nilai globalnya akan mencapai $1,4 triliun.
Lakshmi mengatakan beberapa keuntungan bagi pengecer yang memasuki e-commerce antara lain dapat menjangkau konsumen lebih luas tanpa harus membuka toko baru. Selain itu, e-commerce diyakini memungkinkan pengecer lebih cepat beradaptasi dengan perkembangan produk dan layanan baru untuk memenuhi preferensi konsumen.
“Hal ini memberikan peluang untuk meningkatkan penjualan dan menekan biaya operasional,” ujarnya.
Senada, Ahmad Tauhid, Peneliti Senior Institute of Economic and Financial Development (Indef), menilai digitalisasi industri ritel akan cepat mendongkrak konsumsi masyarakat. Dengan cara ini, industri juga akan terpacu untuk melakukan inovasi produk yang laris di pasar online.
Apalagi kalau kita lihat nilai ekonomi dari e-commerce itu $82 miliar atau sekitar Rp 1.200 triliun dan itu semua konsumsi, jadi sangat dahsyat,” ujarnya.
Meski demikian, Tauhid mengatakan ketergantungan pada konsumsi tidak akan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang tanpa meningkatkan investasi dan sektor perdagangan internasional atau ekspor.
Oleh karena itu kita perlu beralih dari ekonomi yang berbasis konsumsi ke investasi dan perdagangan internasional, dan mungkin ini menjadi pembelajaran kita bersama ke depan agar kita tidak lagi bergantung pada konsumsi, kata Tauhid.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel