Bisnis.com, Jakarta – Kinerja perekonomian Tanah Air pada kuartal I 2024 sangat baik, mencapai Rp 401,5 triliun dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 22,1%. Namun, pengakuan masyarakat terhadap sektor-sektor primer seperti produksi pangan dan perikanan masih lambat.

Berdasarkan informasi National Single Window for Investment (NSWI) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi sektor pertanian dan perikanan pada triwulan I tahun 2024 tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya.

Perikanan nampaknya paling memprihatinkan karena lebih rendah dibandingkan total penanaman modal asing (PMA) dan total penanaman modal dalam negeri (PMDN). Imajinasi bukanlah bagian terpenting dari implementasi.

Sejujurnya, menurut data FDI, ukuran sektor perikanan masih kecil, yaitu US$49,42 juta dari 253 proyek pada kuartal pertama tahun 2024, meskipun didahului oleh US$12,44 juta dari 192 proyek pada kuartal pertama tahun 2023. .​

Saat ini PMDN memiliki 2.453 proyek dengan nilai investasi Rp496,24 miliar di bidang perikanan. Meski jumlah proyek bertambah, namun nilainya menurun dibandingkan triwulan I 2023 sebanyak 1.186 proyek dengan nilai aktual Rp 620,72 miliar.

Sementara itu, sektor tanaman pangan, pertanian, dan peternakan menerima PMA sebesar $306,15 juta dari 1.107 proyek pada kuartal pertama tahun 2024, dibandingkan dengan PMA sebesar $435,17 juta dari 799 proyek pada kuartal pertama tahun 2023.​

Untuk PMDN, sektor tanaman pangan, pertanian, dan peternakan mendapat Rp11,05 triliun dari 3.492 proyek pada triwulan I 2024 dan Rp10,68 triliun dari 2.552 proyek sejak pertama kali dieksekusi pada 2023.

Dibandingkan dengan industri penerima PMA dan PMDN maksimum pada Q1 2024, tingkat realisasi kedua industri tersebut sangat rendah. Misalnya, industri baja, produk logam, non-mesin dan peralatan menerima FDI senilai $2,75 miliar dari 1.003 lapangan kerja; diikuti oleh pertambangan, yang menciptakan 772 lapangan kerja dan menghasilkan pendapatan sebesar $1,4 miliar; industri transportasi, pergudangan dan telekomunikasi menciptakan 2.501 lapangan kerja sebesar $1,18 miliar.

Saat ini, sektor yang paling banyak melaksanakan PMDN adalah transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi sebanyak 11.706 proyek senilai Rp30,21 triliun; disusul pertambangan sebanyak 4.660 proyek senilai Rp21,22 triliun, dan industri makanan sebanyak 5.549 proyek senilai Rp18,83 triliun.​

Asmiati Malik, dosen ekonomi politik internasional Universitas Bakri Indonesia dan peneliti Institut Ekonomi dan Pembangunan Keuangan (Indef), menilai dana negara masih terkonsentrasi pada keuangan sektoral yang tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. kebutuhan dasar.​

Namun konsentrasi pada industri seperti pertambangan dan telekomunikasi tetap patut diapresiasi karena juga berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di beberapa daerah di luar Pulau Jawa.

“Tetapi pendapatan yang terkait dengan produksi pangan harusnya meningkat karena mendukung sektor-sektor yang berkaitan dengan kebutuhan dasar. Jika terkonsentrasi pada kelompok kelas dua dan atas, maka dampak peningkatan biaya hidup akan lebih besar jika terjadi gangguan, terutama pada kelompok kelas bawah dan menengah. ,” jelasnya kepada Majalah Bisnis dilansir, Sabtu (25 Mei 2024).

Misalnya, masyarakat Indonesia yang merupakan warga negara maritim harus memperhatikan realisasi investasi sektor perikanan pada tahun 2023 yang merupakan tempat dengan PMA terendah dan PMDN terendah kedua. Padahal, tahun lalu industri perikanan hanya menerima PMA sebesar USD 25,73 juta dari 357 proyek dan PMDN Rp 2,5 triliun dari 3.990 proyek.

Terlihat dari beberapa departemen terkait semuanya punya aktivitas pemasaran masing-masing dan terfragmentasi. Kita bisa belajar dari Thailand, terkait uang, rencana dan anggarannya komprehensif, “ Jadi sudah sepantasnya makanan mereka bisa dikirim ke seluruh dunia,” imbuhnya.

Saat ini makanan terpopuler di Thailand adalah hewan buruan terpopuler di dunia, seperti ikan kaleng, udang kaleng, dll. Faktanya, jajanan seafood Thailand cukup populer di Indonesia, padahal negara tersebut juga merupakan penghasil rumput laut.

Riza Annisa Pujarama, Peneliti Indef Center for Macroeconomics and Finance, juga menilai Indonesia masih perlu mendorong investasi di industri primer untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, terutama sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar untuk meningkatkan daya beli masyarakat. .​

“Khususnya sektor pangan, peternakan, dan peternakan perlu mendapat perhatian lebih karena jika dilihat dari kondisi pendanaannya terlihat tidak menarik bagi investor, maka pemerintah harus mengambil tindakan,” kata Bisnis.

Baru-baru ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terdapat 3,55 juta orang yang bekerja antara Februari 2023 hingga Februari 2024, sehingga angkatan kerja Indonesia berjumlah 142,18 juta orang. Sektor pertanian merupakan penyumbang lapangan kerja terbesar yaitu sebesar 28,64% dari total angkatan kerja per Februari 2024.

Industri dengan proporsi terbesar melebihi 5% adalah perdagangan (19,05%), ritel (13,28%), akomodasi dan katering (7,81%), konstruksi (6,08%), dan pendidikan (5,11%).

Namun, pertumbuhan lapangan kerja di sektor pertanian dan manufaktur hanya meningkat sedikit, masing-masing sebesar 0,03% dan 0,05%. Industri yang menyumbang lapangan kerja terbanyak pada tahun lalu adalah akomodasi dan katering yang tumbuh sebesar 0,96%, disusul perdagangan yang tumbuh sebesar 0,85%, administrasi publik yang tumbuh sebesar 0,76%, dan pendidikan yang tumbuh sebesar 0,52%.

“Meski sama-sama tumbuh, namun skalanya sangat kecil dan kita lihat tambahan lapangan kerja yang terserap sangat kecil. Padahal kedua sektor tersebut membutuhkan banyak lapangan kerja,” ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel