Bisnis.com, JAKARTA – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap perkiraan biaya investasi yang dibutuhkan untuk mendukung rencana pemerintah membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang dijadwalkan mulai beroperasi pada 2032.
Kepala Pakar Pengembangan Teknologi Nuklir BRIN Suparman mengatakan biaya operasional NEK lebih rendah dibandingkan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) lainnya, meski memerlukan investasi besar.
“Dari segi ekonomi, kalau bisa dihitung total arus kasnya, PLTN bisa lebih murah dibandingkan pembangkit lainnya,” kata Suparman dalam Forum Diskusi Kedaulatan dan Ketahanan Energi Nasional (FGD): Percepatan Penyelenggaraan PLTN di Jakarta. Kamis (10/10/2024).
Dalam catatannya, BRIN memperkirakan Indonesia akan memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir berkapasitas 2-3 gigawatt (GW) paling lambat pada tahun 2035. Namun, Indonesia akan meluncurkan reaktor modular kecil (SMR) berkapasitas 250 MW pada tahun ini 2032.
Suparman menilai Indonesia masih menunggu kajian keamanan teknologi dari sejumlah negara yang juga sedang mengembangkan SMR. Hal ini untuk mengurangi risiko sehingga teknologi yang akan digunakan di Indonesia terbukti.
Selain itu, meskipun pembangkit listriknya kecil, Indonesia harus membangun minimal 4 unit pembangkit agar biaya operasional dan kapasitasnya setara dengan pembangkit listrik tenaga nuklir besar. Namun, Supraman mengatakan investasi pada SMR lebih mahal dibandingkan pembangkit listrik tenaga nuklir besar.
“Untuk mampu bersaing minimal dengan PLTN besar sekitar 1.000 MW ke atas, berarti kita membutuhkan 4 PLTN kecil,” jelasnya.
Dari perhitungan perkiraan kebutuhan investasi, Suparman mengatakan setiap negara memiliki perhitungan yang berbeda-beda karena beberapa faktor seperti komponen lokal, lokasi, besaran kapasitas, teknologi, insentif, dan jaminan pemerintah.
Berdasarkan Asosiasi Nuklir Dunia, rata-rata biaya modal per malam per wilayah adalah $4.000 hingga $6.000 per kilowatt listrik (kWe).
Ia mengatakan, biaya modal pembangkit listrik tenaga nuklir di Tiongkok sebesar USD 3.500 per kWe, di Eropa sebesar USD 5.500 per kWe, dan di AS 10% lebih rendah dibandingkan di Eropa.
Dalam laporan studi pra-kelayakan tahun 2019 untuk pembangkit listrik tenaga nuklir SMR di Kalimantan Barat, biaya modal berkisar antara $5.000 hingga $7.000 per kWe. Biayanya lebih mahal dibandingkan pembangkit listrik tenaga nuklir besar yang diperkirakan $2.400 hingga $6.000 per kWe.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel