Bisnis.com, Jakarta – Pemerintah dikabarkan berupaya mengurangi kepemilikan perusahaan China di proyek smelter nikel. 

Menurut Bloomberg, mengutip Financial Times, Jumat (26/7/2024), pendekatan tersebut dilakukan untuk mendorong industri hilir pertambangan nikel dalam negeri agar mendapatkan subsidi rantai pasokan kendaraan listrik dari pemerintah Amerika Serikat (AS). 

“Pemerintah sedang melakukan pembicaraan dengan beberapa investor untuk membangun pabrik peleburan baru di mana perusahaan Tiongkok akan memiliki kurang dari 25 persen,” kata sumber yang mengetahui rencana tersebut, menurut Bloomberg. 

Menurut Septian Hario Seto, Deputi Direktur Penanaman Modal dan Koordinasi Pertambangan Kementerian Koordinasi Kelautan dan Penanaman Modal, pemerintah tidak akan ikut campur dalam keputusan masing-masing perusahaan untuk mengurangi kepemilikan perusahaan Tiongkok di proyek smelter nikel dalam negeri. 

“Semua proyek telah disepakati untuk bisnis di antara para pemegang saham, termasuk keputusan untuk menjadikan pemegang saham Tiongkok sebagai minoritas,” kata Seto, Jumat (26/7/2024) saat dikonfirmasi Bisnis.

Sementara itu, pemerintah terus melakukan negosiasi kredit pajak konsumen yang tetap masuk dalam struktur insentif Inflationary Reduction Act (IRA) Amerika Serikat (AS) untuk kendaraan listrik. 

IRA memperkuat kriteria bagi penambang logam agar memenuhi syarat untuk mendapatkan insentif kendaraan listrik yang diberikan oleh pemerintah AS setelah tahun 2023. Sementara itu, RUU tersebut menghasilkan dana hibah sebesar $370 miliar untuk pengembangan teknologi ramah lingkungan.  

Beberapa standar tersebut mengharuskan bijih logam ditambang di Amerika Serikat, dan bahan baku yang diperoleh harus berasal dari beberapa negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan pemerintah AS. 

Dalam hal ini, Tiongkok merupakan pihak asing yang khawatir tidak menerima fasilitas IRA dalam proyek investasi pertambangan tersebut. 

Sebelumnya, Wakil Menteri Luar Negeri AS Jose W. Fernandez menyatakan terdapat potensi besar kerja sama mineral yang signifikan dengan Indonesia, dan pihaknya terus membahas mineral kritis. Janji temu.  

Dia menyatakan diskusi mengenai kesepakatan pertambangan utama sedang berlangsung, namun pihaknya belum bisa memberikan rincian lebih lanjut mengenai timeline-nya. 

Namun ini adalah diskusi yang positif dan kami ingin membuat perjanjian pertambangan penting yang akan memungkinkan perusahaan-perusahaan dari AS dan banyak negara lainnya untuk berinvestasi di industri pertambangan penting di Indonesia, jelasnya dalam siaran pers yang diselenggarakan di AS. Di KBRI Jakarta, Senin (15/7/2024).

Ia mengatakan pihaknya telah berdiskusi dengan pemerintah mengenai Mineral Security Partnership, sebuah kemitraan antara 14 negara dan Uni Eropa yang mencakup lebih dari 55 persen PDB dunia. Negara-negara tersebut antara lain India, Australia, Jepang, Amerika dan lain-lain.  

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan The Watch Channel