Bisnis.com, Jakarta – Indonesia disarankan mencontoh Brazil sebagai negara percontohan promosi produksi susu sapi dalam negeri di Indonesia. Sementara itu, kabinet pemerintahan Prabowo Subianto-Jibran Rakaboming Raka berencana mengimpor 1,5 juta ekor sapi perah untuk program pemberian pakan gratis.

Selain itu, Presiden terpilih Prabowo Subyanto berharap negara bisa swasembada pangan, termasuk susu.

Eliza Mardian, pengamat pertanian Center for Economic Reform (HO), mengatakan iklim Indonesia yang mirip dengan Brazil menjadi salah satu alasan pemerintah bisa belajar dari lahan Samba.

Eliza mengatakan kepada Bisnis pada Kamis (10/10/2024): “Kita harus belajar dari Brasil, yang merupakan negara tropis, dan juga dari Indonesia. Saat ini, Brasil bahkan memiliki 5% pasokan susu dunia.”

Eliza menjelaskan, proses pembuatan peternakan di Brazil tidak bisa dilakukan secara langsung, melainkan langsung mengimpor ternak dari negara lain dan menanamnya di dalam negeri. Sebaliknya, Brazil melakukan rekayasa genetika.

“Mereka [Brasil] melakukan rekayasa genetika, menerapkan teknologi dan mendukung pengelolaan hewan yang baik,” katanya.

Misalnya sapi Eliza Continuity, Giraldo asal Brazil yang merupakan persilangan antara sapi Zebu (Gir) asal India dan sapi Holstein asal Belanda. 

Jenis ini dikembangkan sejak tahun 1940-an dan mewakili 80% dari total produksi susu di Brazil. 

Menariknya, jelasnya, rekayasa genetika ini memungkinkan hewan Giraldo beradaptasi lebih baik dengan iklim tropis dan memiliki produktivitas lebih besar.

“Kita bisa mencontoh bagaimana Brazil mengembangkan peternakannya. Mereka melakukan penyesuaian, bukan sekadar meningkatkan produksi,” ujarnya.

Eliza juga berharap pemerintahan kabinet Prabowo-Jarban tidak terburu-buru membangun swasembada, termasuk pengembangan produksi susu.

“Tidak sekedar mengejar ketenaran dan warisan, perlu perencanaan yang matang agar efektif dan efisien,” jelasnya.

Jika melihat iklim di Indonesia, Eliza mengatakan Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai tantangan tersendiri bagi para peternak. Lanjutnya, suhu yang relatif tinggi, terutama pada musim kemarau, dapat mempengaruhi sistem metabolisme sapi sehingga menyulitkan produksi.

Lebih lanjut, lanjut Eliza, jika hewan yang diimpor berasal dari negara subtropis yang tingkat kepatuhannya rendah. Jumlah ini belum termasuk pakan untuk budidaya sapi perah.

Ia mengatakan: “Belum lagi soal pola makan, variasi pola makannya tidak banyak, sebagian besar masih menggunakan rumput gajah dan konsentrat.”

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel