Bisnis.com, Jakarta – Pasar kendaraan listrik (EV) Indonesia dibanjiri merek China yang menawarkan harga kompetitif dengan spesifikasi lumayan.

Pakar otomotif sekaligus akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Passaribu menilai hal tersebut berpotensi menekan penjualan merek mobil listrik Korea Selatan dan Jepang akibat merebaknya mobil listrik asal China di Indonesia. 

“Produsen China dengan keunggulan harga yang kompetitif, fitur menarik, dan strategi pemasaran yang agresif berhasil menarik konsumen kelas menengah yang sensitif terhadap harga,” kata Yannes kepada Bisnis, seperti dikutip Rabu (14/08/2024).

Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), merek kendaraan listrik baterai (BEV) yang paling dominan sejauh ini adalah BYD yang mencatatkan penjualan kendaraan sebanyak 3.521 unit hanya dalam waktu 2 bulan.

Rinciannya, penjualan BYD tercatat 1.596 unit pada Juni, sedangkan Juli 2024 sebanyak 1.925 unit. Saat ini, ada empat model mobil BYD yang tersedia di Indonesia, antara lain BYD M6 di segmen MPV, BYD Atto 3 di segmen SUV, dan disusul oleh hatchback BYD Dolphin dan sedan BYD Seal.

Bicara soal harga, BYD M6 mulai dari Rp 379 jutaan, disusul BYD Dolphin mulai Rp 365 jutaan, BYD Atto mulai Rp 465 jutaan, dan BYD Seal mulai Rp 629 jutaan.

Merek lain di Negeri Tirai Bambu yang mencatatkan penjualan kuat pada Juli 2024 adalah Cherry Omoda E5 sebanyak 394 unit, disusul Wuling Cloud EV sebanyak 550 unit.

Di sisi lain, merek asal Korea Selatan PT Hyundai Motors Indonesia (HMID) mencatat penjualan 379 unit EV yang terdiri dari Ioniq 5, Ioniq 6, serta model baru Kona EV.

Sedangkan battery electric vehicle (BEV) asal Jepang yakni Toyota bZ4X milik PT Toyota Astra Motors (TAM) hanya terjual 2 unit. Selain itu, merek Lexus UX 300e dan RZ 450e serta Mitsubishi L100 EV nihil penjualan pada Juli 2024.

Sebagai informasi, harga mobil listrik Jepang seperti Toyota bZ4X hingga Lexus tergolong premium, mulai Rp 1,19 miliar. Sedangkan Hyundai Ioniq 5 dibanderol Rp 713 jutaan, sedangkan model baru Kona EV dibanderol Rp 499 jutaan.

Oleh karena itu, menurut Yanes, agar tetap kompetitif, pabrikan Jepang dan Korea Selatan perlu mengembangkan model EV yang lebih terjangkau, meningkatkan efisiensi produksi, memperkuat jaringan purna jual, serta melakukan inovasi pada teknologi dan fitur yang ditawarkan.

“Dukungan pemerintah Tiongkok terhadap industri EV mereka memperkuat posisi mereka di pasar global, termasuk Indonesia. Jika pabrikan Korea Selatan dan Jepang tidak cepat beradaptasi, mereka bisa kehilangan pangsa pasar yang signifikan,” tutup Yannes.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel