Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Syariah Tbk. (BRIS) alias BSI didorong masuk MSCI Index. Lantas, bagaimana prospeknya?

Insentif BRIS masuk MSCI diberikan oleh Kementerian BUMN.  Wakil Menteri BUMN Kartika Wiroatmodjo alias Tiko mengatakan membaiknya kinerja BSI, termasuk peningkatan laba dan kinerja rasio net interest margin (NIM) terhadap cost of fund alias cost of fund yang baik, bisa menjadi pasokan yang cukup.

“Kepemilikan [saham] masyarakat akan kita tingkatkan. Kita dorong masuk MSCI, sehingga likuiditasnya meningkat,” ujarnya usai Indonesia Business Forum BUMN 2024, beberapa waktu lalu (30/4/2024). Lalu bagaimana prospek masuk BSI dan MSCI?

Kepala Riset BCA Sekuritas Andre Benas mengatakan masuknya suatu perusahaan ke dalam indeks MSCI tidak berdampak langsung terhadap operasional perusahaan. Namun manfaat utama dapat dirasakan oleh para pemegang saham, karena masuknya suatu perusahaan ke dalam indeks MSCI cenderung mempengaruhi harga sahamnya.

“Kalau masuk MSCI pasti asing datang [sebagai pemegang saham] dan ini positif,” ujarnya dalam Economic Outlook Semester II/2024.

MSCI sendiri merupakan singkatan dari Morgan Stanley Capital International yang merupakan indeks saham yang diluncurkan oleh lembaga riset internasional Morgan Stanley. 

MSCI merupakan perusahaan penyedia indeks saham dan obligasi yang dikenal di seluruh dunia. Secara tidak langsung MSCI berguna untuk mengukur kinerja pasar pada suatu area yang ditentukan berdasarkan standar perhitungan MSCI. 

Secara teori, ketika suatu saham masuk dalam indeks MSCI, hal ini sering kali mengindikasikan peningkatan likuiditas dan perubahan persepsi pasar terhadap saham tersebut. Dimasukkannya dalam indeks global seperti MSCI mengirimkan sinyal positif kepada investor internasional dan domestik, yang menunjukkan bahwa saham tersebut telah memenuhi standar kinerja dan stabilitas tertentu.

Selain itu, keputusan masuk MSCI lebih berkaitan dengan aspek teknis pasar dibandingkan fundamental perusahaan.

“Karena kita tahu benchmark MSCI lebih pada nilai perdagangan, maka jangan sampai masuk ke Unusual Market Activity [UMA] sampai likuiditasnya minim,” ujarnya. 

Bagi Andre, dengan fundamental yang cukup di BRIS pasti akan menambah pemasukan dan pastinya akan semakin positif bagi IHSG.

Andre memperkirakan saat ini biaya dana BSI relatif rendah didukung oleh produk tabungan yang menarik di pasar. Namun, dia menyarankan agar BRIS meningkatkan pertumbuhan keuangan dan meningkatkan pangsa pasar.

“Kalau bicara perusahaan, mereka [BSI] harusnya agresif karena CoF-nya murah. Namun, strategi mereka [BSI] adalah lebih fokus ke UMKM dan konsumen. Jadi menurut saya masih ada peluang kalau untuk Misalnya ke depan mereka [BSI] bisa bermain enterprise, saya kira akan jauh lebih baik,” jelasnya. 

Terkait komposisi saham BRIS, berdasarkan Bisnis RTI, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) terpantau memegang 23,24% dengan 10,72 miliar saham BSI. Pemegang saham pengendali lainnya adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) yang memiliki 51,47% atau 23,74 miliar saham. 

Saat ini, kapitalisasi pasar PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) yang juga merupakan pengendali mengoleksi 7,09 miliar atau 15,38% kepemilikan saham di BSI. 

Pemerintah memegang saham biwar di BSI, sedangkan kepemilikan publik atas saham BSI sebesar 9,9% atau 4,54 miliar lembar saham.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel