Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akan merilis aturan Embedded Subscriber Identity Module (eSIM) sebelum pemerintahan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dimulai, dan berlaku efektif pada Oktober 2024.

Kami yakin kehadiran eSIM dapat meringankan biaya operasional masing-masing penyedia sehingga mengurangi biaya produksi kartu SIM sehingga meningkatkan kinerja. Tak hanya itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga berharap eSIM dapat mencegah hilangnya kartu SIM.

Meski demikian, Kementerian Komunikasi dan Informatika menegaskan penggunaan eSIM bergantung pada kesiapan masing-masing penyedia. Artinya, pemerintah tidak akan melakukan perubahan besar-besaran terhadap penggunaan kartu SIM menjadi eSIM. 

Manajer komunikasi sekaligus dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI ITB) Agung Harsoyo mengatakan pasar telekomunikasi akan terus menawarkan SIM dan kartu SIM.

“Pasar akan punya dua pilihan, ponsel dengan e-SIM atau membeli kartu SIM. Saya kira lima tahun ke depan, itu akan terjadi. Sektor ini bisa saja berubah seiring berjalannya waktu,” kata Agung dalam Bisnis. Senin (9/9/2024).

Ke depannya, teknologi kartu SIM diprediksi akan mirip dengan teknologi jaringan 2G. Sebab, di banyak tempat masih tetap dipertahankan meski sudah memasuki era 5G. Meskipun akan ada kelanjutan e-SIM dalam bentuk i-SIM [SIM terintegrasi], ujarnya.

Jika digabungkan secara terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan biaya produksi pemain akan lebih hemat dengan eSIM, meski tidak banyak.

Meski begitu, Heru mengatakan operator telepon seluler harus tetap memproduksi kartu SIM. “Pengguna ponsel sebaiknya terus memproduksi kartu SIM, hingga kartu SIM tidak diperlukan lagi, karena tidak semua ponsel bisa menggunakan eSIM,” kata Heru dalam Bisnis.

Oleh karena itu, Heru menjelaskan tidak semua perangkat seluler bisa menggunakan eSIM. Oleh karena itu, lanjutnya, aturan terkait eSIM tidak mengikat.

Selain itu, tambahnya, harus ada ketentuan mengenai pendaftaran yang dilakukan dengan eSIM, sebagai kartu SIM, agar tidak terjadi penyalahgunaan eSIM. Tak hanya itu, ia juga meminta pemerintah menggunakan biometrik eSIM untuk mencegah penyalahgunaan nama atau alamat.

“Kita harus hati-hati dengan eSIM, karena di luar negeri sepertinya eSIM tidak bisa digunakan, jual beli eSIM sudah mulai terjadi, kita bisa menggunakan eSIM asing atau Indonesia yang dijual di luar negeri,” ujarnya.

Dari operator seluler, PT XL Axiata Tbk. (EXCL) menyatakan saat ini eSIM XL Axiata banyak digunakan oleh konsumen. Meski demikian, pihak penyedia EXCL mengaku eSIM milik perusahaan masih perlu pengembangan lebih lanjut.

Sebab, banyak pelanggan yang menggunakan kartu SIM XL Axiata. Oleh karena itu, kartu SIM fisik dan eSIM masih perlu didukung sehingga kehadiran kartu SIM fisik masih diperlukan saat ini.

Namun Direktur Komunikasi Eksternal XL Axiata Henry Wijayanto mengatakan produksi kartu SIM fisik mungkin mulai melambat.

“Secara perlahan tentunya ketersediaan kartu SIM fisik bisa mulai berkurang seiring dengan maraknya eSIM dan masyarakat,” kata Henry kepada Bisnis.

Hingga saat ini, jumlah pengguna eSIM XL Axiata telah mencapai lebih dari 460.000 pengguna dan terus mendapat respon positif dari masyarakat. Angka ini mewakili gabungan pengguna, baik dari pengguna pengganti SIM maupun pengguna baru eSIM.

Henry mengatakan, sejak awal perseroan sudah terlibat dalam diskusi dengan pemerintah mengenai regulasi eSIM.

EXCL juga berharap aturan terkait E-SIM dapat dipatuhi dan menjadi insentif adopsi e-SIM di masa depan. Selain itu, menurutnya banyak manfaat yang didapat dari penggunaan eSIM ini, baik bagi pengguna maupun pengguna atau masyarakat.

“Kami merasa kehadiran eSIM ini penting, oleh karena itu kami adopsi dan mendorong masyarakat untuk menggunakan teknologi ini,” ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel