Bisnis.com, JAKARTA — Aturan short sell yang akan diterapkan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Oktober 2024 berisiko menghentikan momentum Indeks Saham Gabungan (IHSG) yang mulai bangkit.

Pada perdagangan Senin (24 Juni 2024), IHSG ditutup menguat 0,13% atau 9,1 poin di level 6.889. Sepanjang sesi tersebut, IHSG berkisar antara 6.870 hingga 6.914.

Kepala Riset Investasi (Mega Capital Sekuritas) Cheryl Tanuwijaya menjelaskan, tinjauan Full Auction Policy (FCA) saat ini menjadi angin segar bagi IHSG. Namun, rencana short sell paling lambat Oktober 2024 bisa menghambat pergerakan IHSG.

“Jadi sentimen positif FCA mungkin hanya berdampak jangka pendek,” kata Cheryl, Senin (24/6/2024).

Terkait kebijakan shortselling, lanjutnya, berbagai pelaku pasar menyatakan ketidaknyamanannya terhadap kebijakan tersebut sebelum diterapkan.

Namun, kata dia, jika BEI mengubah aturan short sell kepada pelaku pasar, maka IHSG bisa terus menguat.

Selain itu, lanjut Cheryl, pasar juga mencermati pelemahan rupee, komentar pejabat The Fed pada pekan ini, serta data perekonomian AS seperti inflasi pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) selama akhir pekan.

Cheryl juga memperkirakan IHSG bisa naik ke level 7.000 dalam waktu dekat jika kemungkinan penurunan suku bunga di AS meningkat.

“Jika kemungkinan penurunan suku bunga AS di bulan September bisa meningkat, maka itu akan menjadi sentimen positif bagi IHSG sehingga bisa kembali bangkit dan bertahan di level 7.000,” kata Cheryl.

Penerapan aturan shortselling, Oktober 2024

Seperti diketahui, BEI menyatakan akan menerapkan praktik short-selling dengan tujuan meningkatkan likuiditas saham saat pasar sedang lesu.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy menyampaikan rencana pelaksanaan shortselling pada Oktober 2024, setelah masa transisi pemberlakuan POJK 6 Tahun 2024 tentang Pembiayaan Transaksi Efek oleh Perusahaan Efek untuk nasabah dan transaksi short sales perusahaan sekuritas.

Rencananya akan dilaksanakan short sale pada bulan Oktober 2024, progres yang dicapai BEI saat ini antara lain pembahasan peraturan bursa dengan OJK dan pengembangan sistem serta kesiapan anggota bursa yang berminat menjadi AB. short seller,” jelasnya kepada media. , Senin (24 Juni 2024).

Menurut Irvan, short sell merupakan praktik yang lazim diterapkan di bursa regional. Short sell dilakukan untuk meningkatkan likuiditas dan menemukan harga yang wajar, serta memungkinkan investor memanfaatkan momentum saat pasar berada dalam kondisi bearish.

“Dapat meningkatkan penemuan harga saham,” imbuhnya.

Short sell juga dapat meningkatkan likuiditas dan mengurangi penyebaran suatu saham karena akan meningkatkan permintaan dan penawaran terhadap saham tersebut. Dalam penjualan singkat, investor memiliki opsi untuk menebus saham tersebut sesuai nilai penilaiannya.

Hal ini juga lebih mendorong pasar karena pasar tidak hanya satu arah (hanya panjang). Shortselling juga membantu dalam mekanisme perlindungan bagi investor yang ingin melindungi investornya.

Selain itu, shortselling juga membantu penyedia likuiditas (yang berada di pasar jaminan terstruktur dan pasar derivatif) untuk melakukan lindung nilai terhadap kuotasi yang diberikan di pasar sekunder untuk produk terstruktur dan instrumen derivatif.

Short sell tidak serta merta meningkatkan nilai transaksi saham

Senior Director Mirae Asset Sekuritas Investment Nafan Aji Gusta mengatakan, efek shortselling tidak serta merta meningkatkan nilai transaksi harian di bursa. Transaksi akan meningkat tergantung bagaimana pasar bereaksi terhadap kebijakan Bursa.

Butuh waktu, tergantung sentimen positif atau negatif yang berkembang di pasar, kata Nafan saat dihubungi, Senin (24 Juni 2024).

Nafan mengatakan mekanisme short sell akan menjadi strategi proteksi bagi investor. Tentunya strategi ini juga akan meningkatkan transaksi jual beli yang terjadi.

Namun, Nafan mengatakan, likuiditas pasar atau nilai transaksi harian secara teknis lebih bergantung pada peningkatan jumlah investor baru. Ia mengatakan, kondisi ini bersifat jangka panjang dan progresif.

Pada penutupan perdagangan Senin (24 Juni), BEI mencatat total nilai transaksi pasar reguler dan menetap sebesar Rp 9,52 triliun.

Nilai transaksi ini lebih kecil dibandingkan transaksi lima hari Bursa sebelumnya yang berkisar Rp 10 hingga 18 triliun.

Yakni pada perdagangan kemarin, total transaksi harian berada di level Rp 9,52 triliun. Namun transaksi pasar reguler harian hanya Rp 6,96 triliun.

Selain itu, transaksi Jumat lalu mencapai Rp18,38 triliun, yang mana Rp2,39 triliun merupakan transaksi setuju. Peningkatan transaksi tersebut seiring dengan kebijakan Bursa yang mengubah aturan khusus dashboard dengan mekanisme lelang penuh (PPK FCA).

Setelah perdagangan Kamis (20/06/2024), transaksi harian tercatat sebesar Rp 16,83 triliun, termasuk transaksi negosiasi sebesar Rp 9,68 triliun.

Adapun pada perdagangan hari sebelumnya, transaksi harian tercatat sebesar Rp9,96 triliun dengan transaksi terselesaikan senilai Rp1,1 triliun.

Penurunan nilai transaksi juga berdampak pada tergerusnya rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) bursa. Hingga perdagangan kemarin, RNTH tercatat sebesar Rp12,07 triliun, turun dibandingkan Jumat lalu di level Rp12,07 triliun.

Tak hanya RNTH yang turun, rata-rata frekuensi transaksi harian juga turun menjadi 1.126.911 kali sehari, dibandingkan perdagangan Jumat yang tercatat 1.129.495 kali transaksi.

______________

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel