Bisnis.com, JAKARTA – 5 tahun terakhir merupakan fase yang sulit bagi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA). Perusahaan mengalami kerugian dan harus menempuh jalan panjang untuk mencapai restrukturisasi.

Dalam satu dekade terakhir, Garuda Indonesia dilanda kerugian berturut-turut pada tahun 2020-2021. Pasalnya, kinerja pendapatan tidak mampu mengimbangi peningkatan biaya bisnis akibat pandemi Covid-19.

Pada tahun 2020, GIAA memperoleh pendapatan $1,49 miliar dan biaya operasional $3,3 miliar. Setelah memperoleh pendapatan dan beban lain-lain, perseroan merugi US$2,47 miliar atau membalikkan laba sebesar US$92,64 juta pada 2019.

Kerugian tersebut melebar menjadi $4,14 miliar pada tahun 2021. Pendapatan GIAA mencapai $1,33 miliar dengan beban operasional $2,6 miliar.

Pada tahun 2022 saja, perseroan akan membukukan laba yang dapat diatribusikan kepada entitas induk yakni laba bersih sebesar $3,73 miliar. Lonjakan tersebut sebagian disebabkan oleh hasil restrukturisasi utang senilai $2,85 miliar.

GIAA kemudian mempertahankan laba bersih yang mencapai US$250,04 juta pada tahun 2023. Laba tersebut ditopang oleh kinerja pendapatan operasional yang naik 39,83% year-on-year (YoY) menjadi US$2,93 miliar AS dan beban operasional sebesar 2,62 miliar dolar.

Namun perkembangan terkini, susunan pengurus GIAA akan ditata ulang sesuai arahan Kementerian BUMN pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang pada Jumat (15/11/). 2024).

Sederet isu mulai beredar, salah satunya terkait pergantian komandan kompi yang kini masih di tangan Irfan Setiaputra. Prasetio, penjabat pejabat Lion Air dan kepala keuangan Garuda Indonesia, dikabarkan menjadi calon potensial.

Belum ada RUPSnya, tunggu saja RUPSnya, kata Menteri BUMN Erick Thohir saat ditanya soal pergantian Dirut Garuda Indonesia baru-baru ini.

Namun, meski kisruh pergantian pengurus, pundak direksi dan komisaris Garuda terbaru tentu akan menanggung beban berat hingga membuat kinerja keuangan perseroan melejit. 

Kembali ke kekalahan

Pasalnya, setelah mampu membukukan laba bersih pada tahun 2023, perseroan kini menghadapi kerugian sebesar $131,22 juta pada setiap kuartal III/2024. Jumlah tersebut meningkat dari kerugian periode yang sama tahun sebelumnya yakni US$72,38 juta.

GIAA saat ini melaporkan pendapatan operasional sebesar $2,56 miliar untuk kuartal ketiga tahun 2024 atau meningkat 15% dari tahun ke tahun. Namun, perusahaan juga melaporkan beban operasional sebesar $2,38 miliar, naik dari $1,99 miliar tahun lalu.

Faktor peningkatan biaya bisnis antara lain biaya pemeliharaan dan perbaikan, biaya pelayanan penumpang, biaya bandara, dan biaya operasional penerbangan. Hal ini pada akhirnya menyebabkan perlambatan kinerja GIAA.

Meski demikian, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra meyakini kinerja perseroan akan tetap on track dan tumbuh solid seiring dengan langkah penjajakan strategi penguatan kinerja yang terus diperkuat di akhir tahun 2024.

Penguatan kinerja perseroan juga akan dioptimalkan melalui rencana penambahan 4 armada pada akhir tahun ini, memperkuat kerja sama global dengan maskapai internasional, dan menjajaki sewa komersial baru.

“Kami kini tengah menjajaki penerapan skema sewa komersial dan ijarah baru yang kami harap idealnya mencerminkan biaya operasional, khususnya komponen penyewaan pesawat, dalam pencatatan kinerja keuangan perseroan,” kata Irfan dalam paparan publik. , Senin (11/11/2024).

Menurut dia, penjajakan sewa komersial baru atau komersial sewa diharapkan dapat memperkuat fundamental keuangan Garuda melalui akuntansi proporsional, sehingga dapat meningkatkan ekuitas jangka panjang.

Hingga saat ini, perjanjian tersebut telah mendapat persetujuan minimal 10% dari total jumlah pesawat yang diperkirakan akan terus bertambah pada akhir tahun 2024.

Soal penambahan armada, GIAA mulai kuartal IV 2024 akan menambah 2 pesawat Boeing B737-800NG. Tidak menutup kemungkinan pula penambahan 2 pesawat berbadan sempit lagi yang saat ini masih dalam tahap negosiasi.

Di sisi lain, penguatan kemitraan global dengan Japan Airlines dan Singapore Airlines terus mendorong pertumbuhan berkelanjutan untuk menarik penumpang.

Garuda secara grup mencatat 17,73 juta penumpang pada akhir September 2024, meningkat 24% year-on-year. GIAA menyumbang 8,34 juta penumpang atau lebih dari 45% year-on-year, sementara Citilink meraih 9,39 juta penumpang, dengan pertumbuhan 10% year-on-year.

“Kami optimis hingga akhir tahun depan, tingkat pengembalian Garuda Indonesia akan tetap berada pada jalurnya dengan tren profitabilitas yang terus tumbuh secara berkelanjutan,” kata Irfan yang mengepalai Garuda sejak 2020 itu.

__________ 

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel