Bisnis.com, Jakarta – Outlook saham emiten rokok termasuk PT Wismilak Inti Makmur Tbk. ( WIIM ) masih dianggap bearish dalam jangka panjang. Pada Semester I/2024, penurunan kinerja keuangan dan larangan penjualan rokok eceran menjadi kendala.

Pada penutupan perdagangan Rabu I (31/7/2024), saham WIIM terlihat melemah 10,86% atau 120 poin hingga diperdagangkan pada level 985 per saham. Pelemahan saham WIIM terjadi sehari setelah Presiden Jokowi menandatangani PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Implementasi Ketentuan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Aturan tersebut salah satunya menjelaskan larangan penjualan eceran produk tembakau, yakni rokok. Larangan Pasal 434, Bagian 1, Ayat “C” Peraturan Kesehatan menyatakan bahwa “Setiap orang dilarang menjual secara eceran hasil tembakau dan rokok elektronik, kecuali hasil tembakau berupa rokok dan rokok elektronik.”

Namun dalam artikel yang sama, email tersebut menyatakan bahwa penjualan rokok dilarang dalam jarak 200 meter dari departemen pendidikan dan taman bermain anak.

Pada saat yang sama, peraturan kesehatan bertujuan untuk menerapkan langkah-langkah keamanan obat dalam bentuk produk tembakau dan rokok elektrik, antara lain untuk mengurangi prevalensi merokok dan mencegah perokok baru. penyakit Efek dari merokok.

Arjun Ajwani, analis riset InfoVesta Capital Advisors, mengomentari prospek saham emiten rokok tersebut. Menurutnya, prospek jangka panjang industri ini masih suram.

“Prospek saham rokok dalam jangka panjang adalah negatif,” jelasnya kepada Bisnis, Rabu (31/7/2024).

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Ruth Yesika Simak sebelumnya mengatakan peralihan konsumen ke produk rokok dengan harga lebih murah akan terus berlanjut pada tahun ini. Diketahui, mulai 1 Januari 2024 Kementerian Keuangan memberlakukan harga eceran baru rokok. 

Tahun ini tarif cukai SKM Kelas I sebesar Rp1.231 per batang, disusul SPM Kelas I Rp1.336 per batang, dan SKT Rp483 per batang. 

“Kenaikan cukai dapat mempengaruhi perilaku konsumen terhadap alternatif yang lebih murah seperti SKT dan SKM Golongan II,” ujarnya dalam penelitian yang dikutip, Kamis (28/3/2024). 

Di sisi lain, Ahli Strategi Makro Mega Capital Securitas Lionel Priadi mengatakan dampak kenaikan cukai rokok pada tahun 2024 sudah diprediksi oleh pelaku pasar. Sehingga mereka yakin hal tersebut tidak akan menimbulkan gangguan serius di kemudian hari. 

“Pasar sudah melakukan pricing terhadap emiten akibat dampak kenaikan cukai, sehingga kedepannya tidak boleh terjadi gejolak lagi,” tutupnya.

Kinerja Wismilk Inti Makmur (WIIM) Semester I/2024

Sedangkan dari sisi indikator keuangan, Vismilk Inti Makmur mencatatkan penurunan pendapatan dan laba bersih selama Semester I/2024.

Berdasarkan laporan keuangan tanggal 30 Juni 2024, emiten bersandi WIIM ini mengumumkan penjualan bersih Rp 2,22 triliun pada enam bulan pertama tahun 2024. Penjualan ini turun 6,69 persen secara tahun ke tahun, atau tahun ke tahun. 2,38 triliun

Jika dirinci, penjualan WIIM ditopang oleh segmen Sigaret Mesin (SKM) yang mencapai Rp 1,28 triliun. Penjualan SKM berubah 24,86% dari Rp 1,28 triliun pada Semester I/2023.

Sementara itu, penjualan rokok kretek tangan perseroan meningkat 43,56% dari Rp296,08 miliar pada semester I/2023 menjadi Rp425,07 miliar pada I/2024.

Sementara itu, penjualan rokok filter perseroan juga meningkat 34,50 persen menjadi Rp 460,54 miliar dan penjualan lainnya juga meningkat dari nol menjadi Rp 634,85 juta pada enam bulan pertama tahun 2023.

Akibat penurunan penjualan tersebut, beban pokok produk WIIM turun 3,04% menjadi Rp1,71 triliun pada Semester I/2024, dari nilai sebelumnya sebesar Rp1,77 triliun pada akhir Juni 2023. Meski beban produk turun, namun laba kotor perseroan turun 17,31 persen dari Rp609,04 miliar menjadi Rp503,63 miliar.

Dampaknya, perseroan melaporkan penurunan laba usaha sebesar 42,29% dari Rp311,61 miliar pada semester I-2023 menjadi Rp179,81 miliar pada enam bulan pertama tahun 2024.

Setelah dikurangi beban regulasi, perseroan melaporkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik unit utama sebesar Rp 147,24 miliar pada akhir Juni 2024. Angka tersebut lebih rendah 40,36% dibandingkan laba semester I 2023 sebesar Rp 246,87 miliar.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel