Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah emiten BUMN Karya seperti ADHI, PTPP, WIKA, dan ADCP tercatat berganti kepengurusan dalam rapat umum tahunan.

Yang terbaru adalah PT Adhi Commuter Property Tbk. (ADCP) yang memutuskan mengangkat dua direktur baru dan satu komisaris baru.

ADCP menggelar rapat umum pada Jumat (18/5/2024) di Hotel Grandika Iskandarsyah Jakarta. ADCP merupakan anak usaha BUMN konstruksi Adhi Kariya yang memiliki 19,99 miliar saham atau setara 89,99%.

Dalam pertemuan tersebut, Farid Budianto yang sebelumnya menjabat CEO CORSEC ditunjuk sebagai Direktur Pemasaran dan Produksi ADCP menggantikan Rosie Sparta.

Selain itu, pemegang saham juga memutuskan untuk menunjuk Ahmad Waheed Abdullah sebagai Direktur Keuangan, Manajemen Risiko dan Sumber Daya Manusia di ADCP. Mohammad Yusuf sebelumnya ada di postingan ini.

Dari jajaran pengurus, pemegang saham juga resmi mengangkat Ahmad Afandi sebagai komisaris baru perseroan menggantikan Jatur Waskito Putro.

Disusul oleh PT Vijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) yang melakukan perubahan tata kelola dengan melakukan perampingan jumlah direksi pada 15 Mei 2024 dari sebelumnya 7 kursi menjadi 6 kursi. Tidak ada perubahan pada jabatan komisaris.

Sementara itu, Kementerian BUMN menunjuk seorang komisaris sebagai pemegang saham dan dua direktur baru PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) 24 April. 

Kementerian BUMN yang dipimpin Eric Thohir juga mengubah susunan kepengurusan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) pada rapat umum awal April 2024. Dalam rapat tersebut diputuskan untuk mengangkat dua komisaris dan dua direktur baru.

Di tengah perombakan tersebut, Kepala Riset Cum Securitas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan belum bisa dipastikan pergantian manajemen akan mengangkat kinerja perseroan, khususnya WIKA. 

“Mengingat WIKA mempunyai banyak hikmah yang bisa dipetik di tengah permasalahan keuangan dan utang yang cukup besar. “Perbaikan kinerja perseroan mungkin tidak bisa serta merta terjadi,” ujarnya kepada Bisnis dikutip, Senin (20/5/2024). 

Menurutnya, perlu waktu dan upaya konsisten dari manajemen baru WIKA untuk memperbaiki fundamental perusahaan dan mengembalikan kepercayaan investor. 

Secara keseluruhan, kata Sukarno, prospek sektor konstruksi masih mempunyai prospek positif. Hal ini terutama untuk saham-saham yang mampu meningkatkan kinerja keuangan dan valuasinya menarik untuk disimak karena sudah undervalued. 

Kiwoom Sekuritas menilai saham yang menarik untuk diwaspadai adalah PTPP karena diperdagangkan dengan rasio price to earnings (PE) sebesar 6x dan price to book value (PBV) sebesar 0,19 kali. Potensi target harga PTPP adalah Rp 500 per saham 

Saham lainnya adalah ADHI yang diperdagangkan dengan PE 8 kali dan PBV 0,22 kali. Target harga perseroan di Rp 300 per saham sulit ditentukan. saham 

Dari dasar, saham PTPP saat ini berada di harga Rp 376 per saham. Sahamnya terkoreksi 12,15% pada tahun berjalan (year-to-date/YtD). Sedangkan harga saham ADHI turun Rp 228 atau 26,92% hari ini. 

“Perlu diketahui, jika ingin masuk perhatikan sinyal teknikal, apalagi saham masih dalam tren turun, lebih baik menunggu sinyal konversi terjadi,” kata Sukarno.

Sedangkan untuk saham WIKA, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengatakan, secara teknikal saham perseroan masih bergerak sideways dalam jangka pendek. 

Selain itu, indikator MACD menyempit namun masih berada di teritori negatif dan Stochastic juga berada di sisi oversold. Ia merekomendasikan beli WIKA secara spekulatif dengan support di Rp 134 dan resistance di Rp 145 per saham.

Kemungkinan saham di anak perusahaan BUMN

Sementara itu, analis memberikan catatan kritis terhadap saham anak perusahaan BUMN Karya dan tidak merekomendasikan pembelian. Kinerja keuangan yang buruk menjadi alasan utamanya. 

Pada Jumat (17/5/2024), harga saham anak usaha BUMN Karya yakni WEGE, WTON, ADCP, WSBP, PPRO dan PPRE berada di bawah level Rp 100. Saham WSBP dan PPRO memiliki notasi khusus yang dilampirkan oleh Bursa Efek Indonesia. 

Kinerja saham enam emiten ini juga masih berada di zona merah selama satu tahun terakhir. Saham PPRO paling terkoreksi yakni 78% ke level Rp 11 per saham. Saham Sementara itu, saham WSBP sepanjang setahun terakhir anjlok 77,78% ke Rp 14 per saham. 

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta mengatakan, saham anak usaha BUMN Karya tersebut belum cukup menarik untuk mendapat perhatian karena fundamental keuangan perseroan masih berada di jalur negatif. 

“Saham [anak perusahaan BUMN Karya] tidak dinilai karena pergerakannya underperforming, dengan hasil negatif dan akan terus berlanjut hingga akhir tahun,” kata Nafan.

Nafan menjelaskan, kondisi tersebut erat kaitannya dengan arus kas negatif yang dihadapi anak usaha BUMN Karya. Kenaikan anggaran infrastruktur pada tahun ini dinilai belum memberikan perbaikan signifikan terhadap keuangan perusahaan. 

Kepala Riset Cum Securitas Indonesia Sukarno Alatas juga menilai prospek saham anak usaha BUMN Karya masih belum menunjukkan ruang untuk perbaikan ke depan. 

Tapi setidaknya sampai akhir tahun, belum ada peluang untuk pulih karena harga sudah anjlok dan oversold, kata Sukarno. 

Di sisi lain, dia mengatakan anggaran infrastruktur yang meningkat menjadi Rp 422,7 triliun pada tahun 2024 mungkin berdampak positif kecil terhadap kinerja anak usaha BUMN Karya. 

Sukarno juga menilai BUMN Karya masih memiliki saham di anak usahanya meski laba bersihnya menurun dan valuasinya undervalued. Mereka adalah WEGE dan WTON. Kendati demikian, investor masih diminta menunggu sinyal positif. 

“Saran kepada investor adalah menunggu sinyal positif untuk kembali ke tren naik yang jelas, atau berharap untuk membeli saham-saham tersebut,” ujarnya.

__________

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel