Bisnis.com, JAKARTA – PT Schroder Management Indonesia dalam riset memproyeksikan kinerja pasar kredit Indonesia akan stabil pada akhir tahun ini atau sebelum terbentuknya pemerintahan baru Prabowo-Gibran. Namun, beberapa tantangan seperti geopolitik di Timur Tengah dan pemilu AS mungkin membayangi kinerja pasar saham Indonesia.
Sejauh ini dana asing yang masuk ke pasar obligasi Indonesia meningkat menjadi Rp 18,3 juta, sedangkan persentase kepemilikannya juga meningkat dari 14,5% menjadi 14,7%.
Schroder menulis dalam penelitiannya pada Selasa (15/10/2024) bahwa: “Di antara ketiga negara tersebut memasuki pasar obligasi domestik karena suku bunga yang menguntungkan di Amerika Serikat [AS] dan lingkungan dolar dalam tiga bulan terakhir.”
Bank sentral Amerika Serikat, The Fed, menurunkan suku bunga sebesar 50 poin dari 5,25%-5,5% menjadi 4,75%-5%. Sebelumnya, berdasarkan Rapat Direksi (RDG) periode 17-18 September 2024, Bank Indonesia (BI) juga memutuskan untuk menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 6%. Penurunan suku bunga ini merupakan kali pertama sejak Agustus 2022.
Schroder memproyeksikan kinerja pasar kredit Indonesia akan terus membaik karena beberapa faktor. Misalnya, basis perekonomian Indonesia yang dinilai kuat.
Mata uang tersebut juga masih terkendali sesuai target BI sebesar 1,5%-3,5%. Laju inflasi mulai menurun dan suku bunga dasar juga tetap rendah, sehingga mendukung basis kredit.
Hal lainnya adalah data perekonomian Amerika yang mulai melemah sehingga memberikan lampu hijau bagi investor untuk optimis terhadap suku bunga dan mata uang negara berkembang seperti Indonesia.
Namun pasar akan siap menghadapi lebih banyak tantangan di pasar saham Indonesia. “Indonesia berada dalam masa transisi yang mungkin membawa ketidakpastian politik yang berdampak pada aliran keuangan,” tulis Schroder.
Namun Kementerian Keuangan RI memberikan buffer dalam anggarannya. Pada saat yang sama, jika ada perubahan besar dalam anggaran pada pemerintahan baru, hal ini dapat menyebabkan lebih banyak utang.
Kemudian, jumlah gagal bayar pinjaman yang lebih tinggi pada tahun 2024 dan 2025 serta gagal bayar yang lebih tinggi dapat membuat investor tetap waspada.
Lemahnya harga komoditas dan impor juga mempengaruhi neraca Indonesia. Tantangan lainnya termasuk gejolak politik di Timur Tengah, berlanjutnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok, dan persaingan pemilu di Amerika.
Lihat berita dan artikel lainnya di website Google dan WA Channel