Bisnis.com, Jakarta – PT Bank HSBC Indonesia mengungkap rencananya untuk menyimpan uang yang dikuasai nasabah kaya, kalangan kaya, di tengah politik dan perekonomian global.
Head of Sales and Distribution Network HSBC Indonesia Sumrit Gundaparja mengatakan hingga saat ini pendekatan pengelolaan kekayaan yang dilakukan perseroan fokus pada penyediaan barang konsumsi.
“Jadi jangan terlalu banyak berinvestasi pada satu instrumen [investasi], tapi pisahkan sesuai tingkat risiko masing-masing penggunanya,” ujarnya kepada wartawan di HSBC Learning Center, Jakarta Selatan, baru-baru ini (11/7/2024).
Dia menjelaskan, alokasinya difokuskan pada sektor peralatan, pendapatan tetap, dan instrumen pasar keuangan.
Jika setiap instrumen dikelola dengan baik, kata dia, konsumen tidak perlu terlalu khawatir terhadap politik dan ekonomi.
Saat ditanya mengenai ide Donald Trump untuk memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) 2024 terkait industri pengelolaan kekayaan, Smart enggan berkomentar langsung. Mereka masih mencermati perkembangan situasi dalam beberapa hari ke depan.
“Misalnya The Fed [bank sentral AS] terus menurunkan suku bunga, otomatis ada aliran uang ke Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, dia menyebut jumlah yang dikelola nasabah kaya HSBC Indonesia melebihi Rp 10 triliun pada kuartal III/2024.
Jumlah tersebut didorong oleh segmen nasabah affluent yang juga tumbuh dua digit hingga mencapai 72.000 nasabah pada bulan kesembilan tahun ini.
“Saya kira dibandingkan kompetitor, kami yang terbaik dalam pengembangan pengelolaan kekayaan, dari segi AUM [aset yang dikelola] dan pertumbuhan pendapatan,” tutupnya.
Saat ini, berdasarkan laporan keuangannya, HSBC Indonesia menghimpun Dana Pihak Ketiga atau DPK sebesar Rp 87,88 triliun pada Semester I/2024.
Jumlah tersebut meliputi giro senilai Rp37,42 triliun, tabungan senilai Rp14,28 triliun, dan deposito senilai Rp36,18 triliun. Total aset perseroan mencapai Rp 136,36 triliun pada semester I tahun ini.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel