Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara terkait bank-bank ekonomi nasional (BPR) yang rasio kredit bermasalahnya melebihi 10%.

Roberto Akyuwen, Kepala OJK Provinsi Jabodebek dan Banten, mengatakan pencapaian double digit sebagai syarat NPL merupakan ciri alami BPR. Selain itu, pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor yang juga memberikan tekanan pada BPR.

Sifatnya memang seperti itu, secara empiris NPL BPR selalu di atas 10% rata-rata industri dari waktu ke waktu, ujarnya kepada Bisnis seperti dikutip Rabu (16/10/2024).  

Meski saat ini ada beberapa BPR yang mencatatkan kredit bermasalah hingga dua digit, namun Roberto optimistis kebijakan stabilisasi yang dilakukan OJK serta perbaikan segmen operasional BPR saat ini akan membawa perubahan positif.

Ia juga menegaskan, BPR yang telah menjalani transformasi digital telah menunjukkan respon yang lebih baik dan cepat dalam menghadapi tekanan akibat pandemi Covid-19.

“Ke depan, tidak akan banyak BPR yang kredit bermasalahnya mencapai dua digit. “Mudah-mudahan bisa di bawah itu,” tutupnya. 

Berdasarkan statistik perbankan Indonesia yang dipublikasikan OJK, rasio kredit bermasalah BPR meningkat menjadi 11,49% pada Juli 2024 dan nominal kredit bermasalah sebesar Rp16,71 triliun. Total kredit macet juga mencapai Rp 11 triliun, naik 25,12% year-on-year.

Pada periode yang sama tahun lalu atau Juli 2023, kredit bermasalah BPR sendiri masih berada di angka 9,79% dengan nominal kredit bermasalah sebesar Rp13,35 triliun. Sedangkan kredit macet mencapai Rp 8,87 triliun.

Tingkat tunggakan BPR juga perlahan meningkat sejak tahun 2024, yaitu pada bulan Januari 2024 sebesar 10,25%, pada bulan Februari 2024 sebesar 10,55%, diikuti oleh bulan Maret, April, Mei dan Juni 2024 masing-masing sebesar 10,7%. 11,2%; 11,37% dan 11,39%.

Bahkan pada periode kredit bermasalah yang meningkat, perkembangan kinerja industri BPR dan BPRS secara umum masih baik berdasarkan data OJK Juli 2024. 

Total aset meningkat 6,12% menjadi Rp. 

Sebelumnya, Tedy Alamsyah, Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Ekonomi Nasional Indonesia (Perbarindo), mengatakan rasio kredit bermasalah meningkat akibat dampak pandemi yang terjadi beberapa waktu lalu. Bahkan, beberapa BPR baru mengubah kebijakannya, kata Tedy, di akhir masa relaksasi. 

“Saya melihat akan memakan waktu lama seiring bertambahnya jumlah pinjaman, tentu rasio NPL akan membaik,” ujarnya kepada Bisnis.

Menurutnya, seluruh pelaku industri BPR memiliki semangat yang sama untuk terus meningkatkan kinerjanya baik kuantitas maupun kualitas. Bahkan, dia berharap rasio tunggakan industri BPR bisa ditekan hingga kurang dari 8%.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel