Bisnis.com, Jakarta – Industri perbankan Indonesia saat ini bersiap menyambut hasil pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang dijadwalkan pada September ini.

Sejumlah bank besar seperti PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menunjukkan optimisme The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin (bps).

Direktur BNI Roic Tumillar mengatakan data inflasi dan pengangguran di AS yang lebih moderat memberikan peluang bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga acuannya, Fed Funds Rate (FFR).

“BNI melihat peluang penurunan FFR sebesar 25-50 bps pada November-Desember tahun ini,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (11/9/2024).

Royk juga menambahkan, stabilitas nilai tukar rupiah yang terjadi belakangan ini membuka peluang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menindaklanjutinya dengan menurunkan suku bunga acuan atau BI rate ke kisaran yang sama.

Selain itu, penurunan suku bunga instrumen moneter, termasuk Surat Berharga Bank Indonesia Rupiah (SRBI), diperkirakan akan berdampak positif terhadap aktivitas perbankan pada kuartal IV-2024.

“Tekanan likuiditas yang lebih kuat dan biaya dana perbankan diperkirakan akan moderat,” tambah Roick.

Sementara itu, Direktur BCA Harianto T. Budiman mengatakan pengumuman Ketua Fed Jerome Powell memperkuat ekspektasi penurunan suku bunga sebesar 25-50 bps oleh bank sentral AS.

“Penurunan suku bunga The Fed pada September ini sepertinya sangat mungkin terjadi. Ada pihak yang memperkirakan 25 bps dan ada yang memperkirakan 50 bps. Saya pribadi melihat kemungkinan besar penurunan 25 bps,” kata Harianto kepada wartawan di Jakarta Pusat. , Kamis (29/8/2024).

Ia menegaskan, The Fed saat ini lebih fokus pada kondisi pasar tenaga kerja dibandingkan inflasi yang sudah terkendali. Ia mengatakan, melemahnya pasar tenaga kerja AS dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk bencana alam seperti topan tropis Texas yang menyebabkan peningkatan pengangguran.

“Texas mengalami badai besar sehingga banyak orang kehilangan pekerjaan selama hampir setengah bulan karena masalah listrik, sehingga menyebabkan peningkatan pengangguran,” jelasnya.

Meski begitu, Harianto meyakini sebagai lembaga independen, The Fed akan mengambil keputusan berdasarkan kondisi saat ini, termasuk semakin melemahnya pasar tenaga kerja.

Saat ditanya dampak keputusan The Fed terhadap BCA, Harianto menegaskan Bank Indonesia akan mempelajari situasi terlebih dahulu sebelum melakukan penyesuaian suku bunga acuan. Keputusan ini akan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti inflasi, nilai tukar, dan daya beli masyarakat.

BI akan memutuskan langkahnya. Jika BI menurunkan suku bunga acuan, dampaknya akan langsung terasa di sektor riil, pungkas Harianto.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel